Minggu, 15 Januari 2012

Sejarah Kurikulum, Urgensi Kurikulum dalam Pendidikan, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)


BAB I
PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang Masalah
Rahmat Sujana (2009) mengutip dari buku Thinking In The Future Tense karya Jennifer James bahwa manusia terlahir dengan pemikiran statis, tetapi akibat keinginan untuk berubah, maka cara berfikir juga kian berubah menjadi dinamis dan aktif. Kecerdasan yang dimiliki manusia yaitu kecerdasan intelegensi (IQ), kecerdasan spiritual (SQ), dan kecerdasan emosional (EQ), namun seiring dengan berkembang pesatnya paradigma berfikir maka munculah kecerdasan yang lahir akibat ketiga kecerdasan tersebut yaitu kecerdasan praktis atau dapat disebut kecerdasan berorganisasi.
Berawal dari kehidupan manusia yang senantiasa tumbuh dan berkembang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mempertahankan eksistensinya dalam beradaptasi terhadap lingkungan. Maka manusia berusaha mengeksplorasi kehidupan mereka untuk menjadi yang terbaik mengungguli manusia lainnya. Salah satunya melalui pendidikan dalam usaha membina dan mengarahkan alur kehidupan yang sesuai dengan hakikat manusia yaitu sebagai pengemban amanah dari Allah Ta’ala.
Manusia mengenal perkembangan pendidikan melalui pemikiran para ahli sehingga melahirkan kurikulum untuk mengatur proses pendidikan secara terarah dan memiliki tujuan yang jelas. Kurikulum yang tertulis di setiap belahan dunia tentulah berbeda, ini akibat manusia dan lingkungan tidak sama meskipun dalam pelaksanaannya memliki tujuan yang bisa dikatakan sama yaitu untuk memanusiakan manusia melalui pendidikan.
Ma’ruf Zuraiq dalam tulisannya Kaifa Nurabbi Abnaana wa Nu’aliju Masyakilahum yang diterjemahkan oleh Saeful Islam dkk. (2004: 3) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan yang diupayakan para praktisi pendidikan, dan yang karenanya didirikan Departemen Pendidikan adalah menyiapkan warga Negara yang baik.
Di Indonesia sebagai negara yang memilki karakteristik tersendiri dalam hal penduduk dan wilayah, telah mengalami beberapa kali perubahan kurikulum pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah. Hingga terakhir pada tahun 2006 yang lalu, ditegaskan adanya penyempurnaan kurikulum baru yang merupakan ramuan dan kreasi dari para guru berdasarkan standar isi dan standar kompetensi oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan). Kurikulum baru itu dikukuhkan melalui Peraturan Menteri (permen) No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan No 23 Tahun 2006 tentang Standar Kelulusan (SKL), dengan nama KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), yang isinya tetap mengacu pada kurikulum sebelumnya (baca : KBK).
Namun pada umumnya sebagian pendidik dan tenaga kependidikan belum memahami hakikat KBK dan KTSP secara menyeluruh yang merupakan kurikulum pendidikan di Indonesia. Untuk itulah kelompok kami mencoba mengkaji hakikat KBK dan KTSP secara lebih mendalam dan menyeluruh guna memberikan pemahaman bagi para pembaca agar secara kolektif dan atau kerja sama kita dapat meningkatkan mutu pendidikan di Republik Indonesia.

  1. Rumusan Masalah
  1. Bagaimana sejarah kurikulum?
  2. Apa yang dimaksud dengan Kurikulum?
  3. Apa yang dimaksud dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)?
  4. Apa yang dimaksud dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?
  5. Apa perbedaan antara KBK dan KTSP?
  1. Tujuan Penulisan
  1. Memahami konsepsi kurikulum secara umum
  2. Memahami definisi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
  3. Memahami definisi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
  4. Dapat mengidentifikasi perbedaan antara KBK dan KTSP

  1. Manfaat Penulisan
Makalah ini bermanfaat bagi para pendidik, tenaga kependidkan, dan masyarakat yang peduli terhadap pendidikan di Indonesia dalam memahami hakikat KBK dan KTSP secara komprehensif sehingga proses pendidikan dapat terselenggara secara efektif dan efisien.

  1. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini kami menggunakan analisis studi pustaka dari beberapa literatur yang relevan dengan judul karya ilmiah ini.



















BAB II
LANDASAN TEORETIS


  1. Konsepsi Kurikulum
Sucipto dan Raflis (1994: 142) mengemukakan, kurikulum dapat diartikan secara sempit dan luas. Dalam pengertian sempit, kurikulum diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang diberikan di sekolah. Sedangkan dalam pengertian luas, kurikulum adalah semua pengalaman belajar yang diberikan sekolah kepada siswa selama mereka mengikuti pendidikan di sekolah.
Nurhadi (2005: 1) menyatakan bahwa kurikulum merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.  Pentingnya sebuah kurikulum membawa implikasi pada penerapan pembelajaran yang terarah sehingga tujuan dari pendidikan dapat terencana dengan baik.
Adapun menurut Kerr dalam Kelly (1982), Kurikulum dalam arti sempit diartikan sebagai kumpulan berbagai mata pelajaran/mata kuliah yang diberikan kepada peserta didik melalui kegiatan yang dinamakan proses pembelajaran. Akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya sosio-teknologi maka kurikulum diartikan secara lebih luas sebagai keseluruhan proses pembelajaran yang direncanakan dan dibimbing di sekolah, baik yang dilaksanakan di dalam kelompok atau secara individual, di dalam atau di luar sekolah.
Inti dari kurikulum menurut Tyler (1949) adalah suatu jawaban secara menyeluruh terhadap beberapa pertanyaan berikut ini:
1) Tujuan-tujuan apa dan maksud-maksud apa yang hendak dicapai oleh sekolah? 2) Kesempatan-kesempatan belajar apa yang dipilih agar terjadi perubahan tingkah laku sesuai dengan harapan?
3) Bagaimana unsur-unsur belajar disusun?
4) Bagaimana penilaian untuk mengetahui keberhasilannya?
Jika keempat jawaban pertanyaan itu telah terjawab, itulah yang dimaksud dengan kurikulum.
Oemar Hamalik (2001: 18) menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Kegiatan pembelajaran memerlukan sebuah perencanaan agar pencapaian tujuan pendidikan dapat terselenggara dengan efektif dan efisien.
Dalam  UU Sisdiknas diterangkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Oemar Hamalik (2001: 18) menambahkan bahwa isi kurikulum merupakan susunan dan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan perkembangan kehidupan peserta didik, maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat. (Sudarsah dan Nurdin: 2009)
Robert S. Zais (1976) mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu: philosophy and the nature of knowledge, society and culture, the individual, and learning theory. Dengan berpedoman pada empat landasan tersebut, maka dibuat model yang disebut “an ecletic model of the curriculum and its foundation.”
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.
Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama, Panduan Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL. Termasuk dalam ketentuan umum adalah penjabaran amanat dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP 19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu dalam pengembangan KTSP. Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada Panduan Umum yang dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi.
Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif; (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain; dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
  1. Definisi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Dalam rangka mempersiapkan lulusan pendidikan memasuki era globalisasi yang penuh tantangan dan ketidakpastian, diperlukan pendidikan yang dirancang berdasarkan kebutuhan nyata di lapangan. Untuk kepentingan tersebut, pemerintah memprogramkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) sebagai acuan dan pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan berbagai ranah pendidikan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) dalam seluruh jenjang dan jalur pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan sekolah. Hal ini terkait dengan “Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan” yang dicanangkan oleh Mendiknas pada tanggal 2 Mei 2002.
Berbagai usaha telah dilakukan Depdiknas untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional. Salah satunya adalah penyempurnaan kurikulum. Saat ini pemerintah sedang menerapkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), sebagai penyempurna kurikulum sebelumnya.
KBK dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Drs. Dadang Sukirman, M.Pd., salah seorang dosen di MKP Kurikulum dan Pembelajaran Universitas Pendidikan Indonesia, beliau menyampaikan bahwa KBK merupakan hasil evaluasi dari kurikulum akademis (kurikulum 1994), yang implementasinya lebih mengarahkan siswa untuk dapat menguasai kompetensi tertentu. Hal ini, menurut beliau, karena kurikulum 1994 belum berhasil meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
KBK adalah kurikulum pendidikan yang menjadikan kompetensi sebagai acuan pencapaian tujuan pendidikan. Kompetensi: pengetahuan, keterampilan, sikap/nilai dasar yang tercermin dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Dan siswa yang kompeten: memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap/nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Jadi, KBK memfokuskan pada pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu, KBK ingin memusatkan diri pada pengembangan seluruh kompetensi peserta didik.
  1. Definisi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan (sekolah) sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan serta kebutuhan masyarakat. Kurikulum ini (baca : KTSP) merupakan kelanjutan dari kurikulum sebelumnya (baca : KBK), yang mana KBK mulai diterapkan pada tahun 2004 merubah kurikulum sebelumnya (baca : Kurikulum 1994), yang perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas.
KTSP terdiri dari :
  • Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan.
  • Struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan.
  • Kalender pendidikan.
  • Silabus.
KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip – prinsip sebagai berikut :
  • Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
  • Beragam dan terpadu.
  • Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
  • Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
  • Menyeluruh dan berkesinambungan.
  • Belajar sepanjang hayat.
  • Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.

Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu :
  1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
  2. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
  3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
  4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
  5. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
  6. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
  7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemenuhan prinsip-prinsip di atas itulah yang membedakan antara penerapan satu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya sering kali terabaikan. Karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh atau jiwanya kurikulum
Dalam mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang lebih terfokus hanya pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum . Padahal jauh lebih penting adalah perubahan kultural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.
Salah seorang dosen MKP Kurikulum dan Pembelajaran Universitas Pendidikan Indonesia, Drs. Dadang Sukirman, M.Pd. menyampaikan berkaitan dengan KTSP ini, beliau menyampaikan bahwa KTSP merupakan kurikulum yang mengemban konsep central-decentral curriculum. Hal ini karena KTSP merupakan kurikulum yang memberikan kewenangan kepada tiap sekolah untuk mengadakan pengembangan yang sesuai dengan kondisi geografis, historis, ataupun kultural tempat sekolah berada, mengingat keberagaman warga Negara Indonesia.


























BAB III
PEMBAHASAN


  1. Sejarah Kurikulum
Bangsa yang besar adalah bangsa yang mempunyai kurikulum pendidikan yang bagus dan stabil (tidak berubah-ubah) serta member motivasi pelajarnya agar bias meningkatkan standar mutu pendidikannya di kemudian hari.
Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian menteri pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap.
Sejarah kurikulum tersebut, yaitu:
  1. Tahun 1950, ada kurikulum SR (Sekolah Rakjat) yang disebut “Rentjana Peladjaran Terurai”,
  2. Tahun 1960, muncul “Kurikulum Kewadjiban Beladjar Sekolah Dasar”,
  3. Tahun 1968, dikenal dengan sebutan “Kurikulum 1968 (pengganti Kurikulum 1950)
  4. Tahun 1970, muncul “Kurikulum Berhitung” diganti dengan pelajaran matematika modern
  5. Tahun 1975, diganti menjadi “Kurikulum 1975” terfokus pada pelajaran matematika dan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) serta Pendidikan Kewarganegaraan;
  6. Tahun 1984, menyempurnakan Kurikulum 1975 dengan model “Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)”;
  7. Tahun 1991, CBSA dihentikan, lalu muncul “Kurikulum 1994”;
  8. Tahun 2004, diganti lagi dengan kurikulum baru yang disebut “Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)”, bahkan banyak mempelesetkan menjadi “Kurikulum Berbasis Kebingungan”
  9. Tahun 2006, diganti lagi dengan istilah “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)”, entah berapa tahun lagi ada kurikulum yang super modern yang ditakutkan membuat bingung semua pihak.

  1. Urgensi Kurikulum dalam Pendidikan
Umaedi (1999: 7-9) mengemukakan betapa pentingnya kurikulum dalam peningkatan mutu pendidikan, sehingga tidak salah mengemukakan bahwa kurikulum termasuk dari kerangka kerja MPMBS (Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah).
Perkembangan kurikulum di Indonesia sampai saat ini telah melahirkan Undang-Undang nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Badan Standar Pendidikan Nasional, disusul dengan Permendiknas 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, kemudian disusul dengan Permendiknas 23 tentang Standar Kompetensi Kelulusan dan Undang-Undang nomor 24 tentang Pelaksanaan Permendiknas nomor 22 dan 23.
Pembakuan Undang-Undang dan Permendiknas itu menjadi kekuatan hukum bagi penyelenggara pendidikan untuk menata kurikulum dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sehingga dengan demikian undang-undang dan peraturan menteri pendidikan nasional itu perlu dibaca dan dipahami. Untuk memahami kurikulum pendidikan perlu diketahui fungsi dasar pendidikan untuk menambah wawasan berpikir yang dikemukakan Sutisna (1998) sebagai berikut:
Wawasan kepala sekolah dan guru dalam mendidik dan mengajar siswa akan lebih matang bila kepala sekolah dan guru memiliki berbagai pengetahuan yang mendalam. Memiliki pengetahuan tentang fungsi pendidikan secara mendalam dan memahaminya dengan baik akan memberikan nuansa yang berbeda dengan tanpa pengetahuan tersebut. Tanpa mengindahkan tekanan yang berubah-ubah yang diberikan kepada fungsi pendidikan, tujuan pendidikan berasal dari empat dasar fungsi pendidikan, yaitu:
  1. Pengembangan individu yang meliputi aspek-aspek hidup pribadi; etis, estetis, emosional, fisis.
  2. Pengembangan cara berpikir dan teknik penyelidikan yang berkenaan dengan kecerdasan yang terlatih.
  3. Pemindahan warisan budaya, menyangkut nilai-nilai sivik dan moral bangsa.
  4. Pemenuhan kebutuhan sosial yang vital yang menyumbang kepada kesejahteraan ekonomi, sosial, politik dan lapangan kerja.
  1. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Dilihat dari namanya saja diketahui bahwa kurikulum ini memberi penekanan yang dominan pada berbagi kompetensi yang harus dikuasai oleh anak didik dalam setiap bidang studi pada setiap jenjang sekolah. Implikasinya, akan terjadi pergeseran dari penguasaan pengetahuan (kognitif) atau dominasi kognitif menuju kepada penguasaan kompetensi tertentu.
Kompetensi yang dituntut dibagi atas tiga macam, yaitu:
1) Kompetensi tamatan/lulusan; kompetensi minimal yang harus dicapai siswa yang tamat dari suatu jenjang pendidikan tertentu (SD – SLTA);
2) Kompetensi Umum Mata Pelajaran/Standar; kompetensi/baku kinerja minimal yang harus dicapai pada saat siswa menyelesaikan suatu rumpun atau mata pelajaran tertentu; serta
3) Kompetensi dasar; kemampuan minimal yang harus dicapai siswa dalam penguasaan konsep/materi yang dibelajarkan (ukuran minimal yang telah ditetapkan tentang pengetahuan, kemampuan, keterampilan, sikap dan perilaku dasar dalam menguasai materi pokok dan indikator pencapaian hasil belajar).
Dengan KBK nantinya diharapkan dapat menjawab visi pendidikan dasar yang telah dirumuskan oleh Balitbang Depdiknas yaitu menghasilkan lulusan yang mempunyai dasar-dasar karakter, kecakapan, keterampilan, dan pengetahuan yang kuat. Juga mampu menjawab visi pendidikan menengah, yaitu menghasilkan lulusan yang memiliki karakter, kecakapan, dan keterampilan yang kuat untuk digunakan dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar, serta mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.
Perbedaan mendasar juga ada antara Kurikulum 1994 dan KBK. Kurikulum 1994 menggunakan pendekatan penguasaan materi, sarat materi (over loaded), dan isinya tumpang tindih (over lapping), sedangkan KBK menggunakan pendekatan penguasaan kompetensi tertentu, materinya sedikit tetapi mendalam, komprehensif dan berkelanjutan, materinya kontekstual, dan sebagainya. Menggunakan pendekatan system Pendidikan nasional merupakan sebuah sistem yang terdiri atas berbagai sub sistem yang saling bertautan dalam mencapai tujuan. Demikian juga di tingkat operasional yaitu proses pembelajaran juga merupakan sistem yang di dalamnya terdapat berbagai sub sistem yang saling berpengaruh, seperti instrumental input berupa siswa, enviromental input (dukungan stakeholders), Jurnal Pendidikan Penabur - No.01 / Th.I / Maret 2002.

B.1 Catatan Kritis Tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi
Satu hal yang sangat krusial dalam sistem ini adalah adanya quality assurance atau jaminan mutu output yang dihasilkan, dan semua itu harus dipertanggungjawabkan kepada publik (public accountibility). Dengan demikian, sekolah mau tidak mau harus berupaya semaksimal mungkin agar proses pendidikan/pembelajaran berjalan dengan baik agar menghasilkan lulusan yang berkualitas, mencapai kompetensi yang telah ditetapkan, sebab akan terjadi penilaian yang objektif dari masyarakat terhadap keberhasilan proses pembelajaran dari sebuah lembaga pendidikan yang bernama sekolah. Hasil kompetensi siswa pun dapat dilihat secara konkrit berupa produk, proposal, portofolio, karya. Oleh karena itu pengajar diharuskan memberi peluang kepada siswa untuk mengungkapkan, memperagakan, menyajikan, mempresentasikan, dan sebagainya.

B.2 Implikasi
Berbagai implikasi terjadi berkaitan dengan penerapan KBK, yaitu: 1) Jumlah jam berkurang. Ini logis karena KBK bercirikan pada substansi pelajaran yang sedikit namun mendalam. Ada pengurangan di sana sini atau perampingan materi yang didasarkan pada asas dan manfaat dan tentu saja menunjang pencapaian kompetensi yang diharapkan. 2) Tema sajian terpadu. Terpadu karena bersifat komprehensif dan berkesinambungan. Antara materi yang satu dengan lain ada keterpaduan sehingga lebih bermakna. 3) Penilaian berbasis kelas. 4) Penilaian berbasis kompetensi. Artinya, penilaian didasarkan pada kompetensi yang dikuasai siswa sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikannya. 5) Guru berbasis kompetensi. Artinya bahwa, dengan penerapan KBK ini maka tuntutan agar guru terus mengasah kompetensinya merupakan suatu keharusan. Tidak ada alasan untuk terus mempertahankan paradigma lama bahwa kemampuan yang dimilikinya sudah lebih dari cukup untuk menjalankan fungsi dan tugasnya.
Drs. Dadang Sukirman, M.Pd., salah seorang dosen MKP Kurikulum dan Pembelajaran, memberikan komentar sewaktu penulis mewawancarai beliau berkaitan dengan KBK ini, beliau menyampaikan bahwa meskipun terdapat revisi dari yang tadinya kurikulum akademis (kurikulum 1994) menjadi KBK, namun tetap berpedoman pada konsep kurikulum dimana didalamnya terdapat Tujuan, Isi, Metode atau strategi dan Evaluai. Pun dengan KBK, ini merupakan evaluasi dari kurikulum 1994 agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
  1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) merupakan penyempurnaan Sistem Pendidikan Nasional Indonesia yang telah ada yaitu KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), karena dianggap bahwa KBK memiliki kekurangan yang menonjol. Pada tahun 2006 yang lalu, ditegaskan adanya penyempurnaan kurikulum baru yang merupakan ramuan dan kreasi dari para guru berdasarkan standar isi dan standar kompetensi oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan). Kurikulum baru itu dikukuhkan melalui Peraturan Menteri (permen) No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan No 23 Tahun 2006 tentang Standar Kelulusan (SKL), dengan nama KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), yang isinya tetap mengacu pada kurikulum sebelumnya (baca : KBK).


Menurut Imam Hanafie Mh.A, MA :
KTSP yang hendak diberlakukan Departemen Pendidikan Nasional melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sesungguhnya dimaksudkan untuk mempertegas pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Artinya, kurikulum baru ini tetap memberikan tekanan pada pengembangan kompetensi siswa.”

dan menurut Fasli Jalal :
Pemberlakuan KTSP tidak akan melalui uji publik maupun uji coba, karena kurikulum ini telah diujicobakan melalui KBK yang diterapkan ke beberapa sekolah yang menjadi pilot project.”

Sesuai dengan penuturan di atas, dijelaskan bahwa KTSP bukan sesuatu yang pantas dianggap sebagai hal baru, karena KTSP merupakan penyempurnaan pelaksanaan kurikulum KBK yang sebelumnya sempat tersendat karena adanya berbagai kendala yang ditemui ketika pelaksanaannya.
KTSP sendiri memiliki beberapa kelebihan yang diantaranya :
  1. Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelengaraan pendidikan.
  2. Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan.
  3. KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa.
  4. KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang lebih 20%.
  5. KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.

Disamping itu, terdapat juga kelemahan yang timbul ketika KTSP diterapkan, yaitu :
  1. Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada.
  2. Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP.
  3. Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik konsepnya, penyusunannya maupun prakteknya di lapangan.
  4. Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurangnnya pendapatan para guru.
  5. Banyaknya kesulitan dan ketidaksiapan tiap satuan pendidikan dalam menerima hal yang baru.

  1. Perbedaan antara KBK dan KTSP
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan sebuah kurikulum operasional yang disusun oleh dan masing-masing satuan pendidikan, dan disusun menyesuaikan dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat. Kurikulum ini kelanjutan dari kurikulum sebelumnya yang berbasis kompetensi atau sering kita sebut KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), yang mana KBK merupakan kurikulum yang mulai diterapkan pada tahun 2004, yang merubah kurikulum sebelumnya yaitu kurikulum 1994, yang perbedaannya hanya pada cara murid belajar di kelas.
Beberapa perbedaan antara Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi antara lain terletak pada wewenang pihak sekolah/ satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Dalam KTSP, sekolah/ satuan pendidikan bisa mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan, kebutuhan masyarakat, dan aspirasi masyarakat. Lain halnya dengan KBK, yang mana sekolah/ satuan pendidikan hanya memiliki wewenang dalam strategi pembelajaran saja.


BAB IV
PENUTUP


  1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Kurikulum dalam pengertian sempit diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang diberikan di sekolah. Sedangkan dalam pengertian luas, kurikulum adalah semua pengalaman belajar yang diberikan sekolah kepada siswa selama mereka mengikuti pendidikan di sekolah.
  2. a) Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari Kurikulum 1994, perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas.
b) Pendidikan berbasis kompetensi menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Kompetensi yang sering disebut dengan standar kompetensi adalah kemampuan yang secara umum harus dikuasai lulusan.
c) Implikasi pendidikan berbasis kompetensi adalah pengembangan silabus dan sistem penilaian berbasiskan kompetensi.
d) Kompetensi lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu : Ranah Pengetahuan, Ranah Psikomotor, dan Ranah Afektif. Ranah pengetahuan mencakup cakap dan berilmu, ranah psikomotor mencakup kreatif, sedang ranah afektif mencakup berakhlak mulia, sehat, beriman, dan bertaqwa, mandiri dan demokratis.
  1. Semua komponen pada Tujuan Pendidikan Nasional harus tercermin pada kurikulum dan sistem pembelajaran pada semua jenjang pendidikan. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, tugas sekolah adalah mengembangkan potensi peserta didik secara optimal menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat dan ikut menyejahterakan masyarakat. Lulusan suatu jenjang pendidikan harus memiliki pengetahuan dan keterampilan serta berperilaku yang baik. Untuk itu peserta didik harus mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar yang ditetapkan
  2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan (sekolah) sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan serta kebutuhan masyarakat. Kurikulum ini (baca : KTSP) merupakan kelanjutan dari kurikulum sebelumnya (baca : KBK), yang mana KBK mulai diterapkan pada tahun 2004 merubah kurikulum sebelumnya (baca : Kurikulum 1994), yang perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas.
  3. Beberapa perbedaan antara Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi antara lain terletak pada wewenang pihak sekolah/ satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Dalam KTSP, sekolah/ satuan pendidikan bisa mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan, kebutuhan masyarakat, dan aspirasi masyarakat. Lain halnya dengan KBK, yang mana sekolah/ satuan pendidikan hanya memiliki wewenang dalam strategi pembelajaran saja.

  1. Saran
Saran dari penyusun kepada pembaca agar senantiasa meningkatkan kualitas keilmuannya khususnya dalam ilmu kependidikan karena hakikatnya kita semua adalah seorang pendidik. Semoga kita termasuk pendidik yang baik dan amanah serta selalu dalam bimbingan Allah swt. Amin.


DAFTAR PUSTAKA


Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, (2009). Mata Kuliah Telaah Kurikulum dan Buku Teks. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Jurusan Pendidikan Bahasa Arab, (2009). Bahan Ajar Mata Kuliah Telaah Kurikulum dan Buku Teks - Panduan Bahan Pembelajaran Mata Kuliah Telaah Kurikulum dan Buku Teks Bahasa Arab. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Umaedi. 1999. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Sebuah Pendekatan Baru dalam Pengelolaan Sekolah untuk Peningkatan Mutu. Tersedia online: http://ssep.net/director.html. [10 Februari 2007].
Sudarsah, A. dan Didin Nurdin. 2009. Manajemen Implementasi Kurikulum. Bandung. Alfabeta.
Rohiat. Manajemen Sekolah-Teori Dasar dan Praktik. Bandung. PT Refika Aditama.
Islam, Asep Saepul dkk. (2004). Kiat Mendidik dan Mengatasi Problematika Anak. Bandung. PSIBA Press.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar