Minggu, 15 Januari 2012

KAJIAN TEORITIK KURIKULUM

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Dalam percaturan global, terutama perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi” Indonesia sebagai bagian kehidupan bangsa di dunia harus senantiasa berupaya mengimbangi kemajuan tersebut. Bila tidak demikian bangsa Indonesia akan tertinggal dan bahkan terkucil dalam pergaulan bangsa-bangsa di dunia. Salah satu contoh adalah hasil penelitian di Asia tentang penyelenggaraan pendidikan di setiap negara. Ternyata hasil cukup mengharukan bahwa Indonesia berada pada peringkat ke tigabelas setelah Vietnam (Mendikbud, 2002). Bangsa Indonesia harus membangun diri untuk bisa bersaing dalam banyak hal, karena itu peningkatan mutu sumber daya manusia harus menjadi perioritas pertama.
Sekarang ini kehidupan kita senantiasa dibayangi oleh perkembangan IPTEKS (baca: Ilmu, Teknologi dan Seni) dengan akselerasi laju yang luar biasa, yang menyebabkan terjadinya "ledakan informasi". Pertumbuhan pengetahuan pada tahun 80-an saja berjalan dengan kecepatan 13% per tahun. Ini berarti bahwa pengetahuan yang ada akan berkembang menjadi dua kali lipat hanya dalam tempo kira-kira 5,5 tahun. Akibatnya pengetahuan dalam bidang tertentu menjadi "kadaluwarsa" hanya dalam tempo kira-kira 2,5 tahun. (Dikutip dari Miguel Ma.Varela, Education for Tomorrow, APEID, Unesco PROAP, Bangkok, 1990, oleh Santoso S. Hamidjojo).
Dari gambaran di atas kiranya jelas bahwa dunia yang dihadapi peserta didik termasuk mahasiswa pada saat ini, sangat kompleks.Wajarlah jika secara periodik kurikulum senantiasa harus selalu ditinjau kembali, dan senantiasa ada pembaharuan di bidang kurikulum.
Kurikulum adalah pedoman dalam kegiatan belajar pembelajaran, sehingga peran serta kurikulum adalah titik tolak dalam hasil kegiatan belajar dan pembelajaran. Kekhawatiran ketidakoptimalan peran kurikulum ditenggarai disebabkan ketidakefektifan peran daripada komponen-komponen kurikulum.’
Berangkat dari istilah kurikulum itu adalah sebuah sistem, maka untuk dapat mengkaji kurikulum baik kurikuluk KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) mauppun kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) harus memperhatikan komponen-komponennya. Komponen KBK dan KTSP tidaklah sama, karena secara teori KTSP adalah bentuk penyempurnaan kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Oleh sebab itu, untuk dapat mengetahui komponen-komponen dalam kurikulum, baik komponen-komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, kami menyusun makalah tentang komponen-komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

  1. Masalah
Optimalnya implementasi kurikulum dalam kegiatan belajar dan pembelajaran adalah harapan puncak bagi siapa pun yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Namun pada kenyataanya implementasi kurikulum tidaklah mudah, sehingga harus dikaji lebih lanjut. Mengingat kurikulum adalah suatu sistem, maka ketika kita ingin mengkaji sebuah kurukulum dengan tepat haruslah memperhatikan serta mendalami komponen-komponen kurikulum baik secara umum atau lebih khusus dalan bentuk Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

  1. Rumusan Masalah
Berdasarkan kerangka masalah diatas, adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut, yaitu;
    1. Apa saja komponen-komponen kurikulum?
    2. Bagaimana komponen-komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)?
    3. Bagaimana komponen-komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?
    4. Apa persamaan dan perbedaan antara Komponen-komponen Kurikulum Berbasisi Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?
    5. Bagaimana penerapan Komponen-komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) terhadap kurikulum pendidikan mata pelajaran Bahasa Arab?


  1. Tujuan dan Manfaat
    1. Tujuan
Setelah penelaahan kajian pustaka dan penelitian, adapun tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut, yakni;
      1. Mengetahui komponen-komponen kurikulum secara umum.
      2. Mengetahui Komponen-komponen KBK
      3. Mengetahui Komponen-komponen KTSP

    1. Manfaat
Adapun Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian adalah:
1. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dalam teori komponen-komponen Kurikulum baik KBK maupun KTSP.
2. Bagi Guru
Dapat membantu dalam meningkatkan kualitas kegiatan belajar pembelajaran
3. Bagi Siswa
Dari hasil kajian teori ini siswa diharapkan memiliki peranan yang efektif dalam pengimplementasian Kurikulum baik Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) maupun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).



  1. Sistematika Penulisan
Menyajikan makalah sebagai hasil dari kajian teoritik, dengan batasan masalah komponen-komponen kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Adapun materi yang kami sampaikan didukung dengan sejumlah data-data real dari berbagai sumber yang dapat dipertanggungjawabkan, kami memilih kajian pusataka berupa beberapa buku sumber dan online dari Internet.




















BAB II
KAJIAN TEORITIK


  1. Komponen Kurikulum
    1. Pengertian Komponen
Menurut W.J.S Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (1999: 540) Komponen adalah bagian dari keseluruhan atau unsur.
Senada dengan pernyataan di atas menurut Mulyasa (2003:34) Komponen adalah bagian dari sesuatu yang membangun sesuatu secara keseluruhan, atau suatu unsur yang berada dalam suatu yang utuh dan berpengaruh di dalamnya.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud Komponen adalah suatu bagian atau unsur yang berada dalam suatu yang utuh dan memiliki pengaruh di dalamnya.
    1. Pengertian Kurikulum
Kurikulum Hasibuan (2010:1) sudah dikenal orang sejak ratusan tahun lalu, secara etimologis, kata kurikulum berasal dari bahasa latin yang kata dasarnya adalah currere. Kata ini dgunakan untuk memberi nama lapangan perlombaan lari. Di dunia pendidikan penggunaan kata kurikulum menjadi jauh lebih popular jika dibandingkan sebelumnya.
Saylor,dkk (1981:2) kurikulum dilihat dari empat pandangan, yaitu : 1) kurikulum sebagai tujuan (the curriculum as objectives)2) kurikulum sebagai kesempatan belajar terencana (the curriculum as planned opportunities for learning) 3) kurikulum sebagai mata pelajaran/mata kuliah (the curriculum as subjects and subject ) 4) kurikulum sebagai pengalaman (the curriculum as experience).
Aspek yang tidak terungkap secara jelas tetapi tersirat dalam definisi kurikulum sebagai dokumen adalah bahwa rencana yang dimaksudkan dikembangkan berdasarkan suatu pemikiran tertentu tentang kualitas pendidikan yang diharapkan. Perbedaan pemikiran atau ide akan menyebabkan terjadinya perbedaan dalam kurikulum yang dihasilkan, baik sebagai dokumen mau pun sebagai pengalaman belajar. Oleh karena itu Oliva (1997:12) mengatakan "Curriculum itself is a construct or concept, a verbalization of an extremely complex idea or set of ideas".
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional merumuskan kurikulum sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta carayang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuik mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka yang dimaksud dengan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta carayang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuik mencapai tujuan pendidikan tertentu.

    1. Pengertian Komponen Kurikulum
Komponen Kurikulum menurut Mulyasa (2004 : 34) mengatakan bahwa komponen kurikulum adalah suatu bagian atau unsur yang terdapat di dalam kurikulum serta ikut membangun kurikulum serta memiliki pengaruh terhadap kelangsungan kurikulum.
Dalam pendapat lain menurut Olivia (1993 : 46) komponen kurikulum adalah bagian-bagian yang mempengaruhi keberlangsungan kurikulum, serta menjadi acuan pengembangan kurikulum dalam bentuk proses belajar dan pembelajaran.
Menurut pakar Kurikulum Dr. Dadang Sukirman, M.Pd yang ditemui di fakultas Ilmu Pendidikan UPI, mengutarakan bahwa Kurikulum adalah seperangkat rencana yang berupa isi atau bahan ajar yang dipergunakan sebagai pedoman dalam kegiatan belajar mengajar. Perangkat mata pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan mengenai bidang keahlian khusus.

  1. Komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
    1. Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK
Kurikulum (Dinas,2004) merupakan perangkat pendidikan yang dinamis, oleh karenaitu kurikulum juga harus peka dan sekaligus mampu merespon beragamperubahan dan beragam tuntutan stakeholders yang menginginkan adanya peningkatan kualitas pendidikan. Negara-negara berkembangdan negara maju di hampir seluruh dunia sekarang ini tengah berupaya meningkatkan kualitas pendidikannya dengan mengembangkan Kurikulum Berbasis Kompetensi.
KBK merupakan suatu desain kurikulum yang dikembangkan berdasarkan se-perangkat kompetensi tertentu , yang terdiri dari Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), Indikator dan Materi Pokok. (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/22/komponen-komponen-kurikulum/)
Perangkat Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan resep instan terhadap masa depan bangsa Indonesia di mata dunia, kondisi bangsa saat ini, kondisi sekolah, kondisi guru, serta keberagaman anak didik dengan segala kecepatan dan kelambanannya. Ini berarti bahwa implementasi kurikulum akan membawa angin segar serta kegairahan bekerja kepada para pelaksana pendidikan di sekolah . Hasibuan (2010 : 23)
Menurut Mulyasa (2005 : 6) menerangkan bahwa kompetensi-kompetensi Kurikulum berbasis kompetensi ada 9, yakni:
  1. Kompetensi dasar iman dan takwa
  2. Kompetensi dasar bahasa (Inggris dan Arab)
  3. Kompetensi dasar Komputer dan internet
  4. Kompetensi dasar tata karma dan budi pekerti
  5. Kompotensi dasar komunikasi dan teknologi
  6. Kompetensi dasar penelitian
  7. Kompetensi dasar Organisasi
  8. Kompetensi dasar Kemasyarakatan
  9. Kompetensi dasar kewirausahaan
Menurut Dr.Dadang Sukirman, M.Pd, beliau salah satu Guru mata Kuliah Kurikulum dan Pembelajaran di UPi Bandung, mengatakan bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah sebuah managmen kurikulum, bukan merupakan suatu keutuhan kurikulum yang baru, hanya sebuah inovasi managmen kurikulum yang menitik beratkan pada ketercapaian kompetensi-komptensi siswa, yakni Koginitif, afektif dan Psikomotorik,
Pendidikan berbasis kompetensi menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Kompetensi yang sering disebut dengan standar kompetensi adalah kemampuan yang secara umum harus dikuasai lulusan. Kompetensi menurut Hall dan Jones (1976: 29) adalah "pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur". Kompetensi (kemampuan) lulusan merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat global, karena persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber daya manusia. Implikasi pendidikan berbasis kompetensi adalah pengembangan silabus dan sistem penilaian berbasiskan kompetensi.
Berdasarkan pemaparan di atas yang dimaksud dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah suatu managmen kurikulum yang mencakup kurikulum, pembelajaran, dan penilaian, menekankan pencapaian hasil belajar sesuai dengan standar kompetensi. Kurikulum berisi bahan ajar yang diberikan kepada siswa/mahasiswa melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan prinsip-prinsip pengembangan pembelajaran yang mencakup pemilihan materi, strategi, media, penilaian, dan sumber atau bahan pembelajaran. Tingkat keberhasilan belajar yang dicapai siswa/mahasiswa dapat dilihat pada kemampuan siswa/mahasiswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang harus dikuasai sesuai dengan staniar prosedur tertentu.
    1. Komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Berdasarkan pada diktat panduan Mata Kuliah Telaah Kurikulum dan Teks Jurusan Bahasa Arab UPI (2010 : 8), menyebutkan yang termasuk dalam Komponen – komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah sebagai berikut
  1. Kerangka kurikulum dan hasil belajar
Komponen ini berisi kompetensi lintas kurikulum, kompetensi rumpun mata pelajaran dan hasil belajar yang menggambarkan secara utuh dari kelas 1 Sekolah Dasar (SD) sampai pelajaran kelas 12 Sekolah Menengah Atas (SMA).
  1. Kerangka penilaian berbasis kompetensi
Dalam kerangka penilaian berbasis kompetensi memuat prinsip, sasaran, dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan akurat dan konsisten sebagai bentuk akuntabilitas kepada public. Penilaian dilakukan antara lain melalui : Kumpulan hasil kerja siswa (portofolio); hasil karya, penugasan unjuk kerja dan tes tertulis.
  1. Kerangka pengelolaan KBK
Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah pada dasarnya untuk memberdayakan daerah dan sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, mengelola serta menilai pembelajaran sesuai dengan kondisi dan aspirasi mereka sejalan dengan upaya meningkatkan mutu pendidikan.
  1. Kerangka pembelajaran
Pelaksanaan KBK berpusat pada Siswa, berlangsung pada suasana yang mendidik, menyenangkan, dan menangtang dengan berpegang pada pendekatan pedagogis dan andragogis.

  1. Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
    1. Pengertian KTSP
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan KTSP pada dasarnya KBK yang dikem-bangkan oleh satuan pendidikan ber-dasarkan standar isi (SI) dan standar kompetensi lulusan (SKL), SK dan KD yang terdapat dalam SI yang merupaka penyempurnaan dari SK dan KD yang terdapat pada kurikulum berbasis kompetensi (uji coba Kurikulum 2004) Standar isi dan standar kompetensi lulusan yang kemudian dioperasional-kan kedalam bentuk KTSP dapat dilaksanakan mulai tahun pelajaran 2006/2007 dan selambat-lambatnya pada tahun pelajaran 2009/2010. Sekolah boleh belum melaksanakan KTSP pada tahun pelajaran 2009/2010 dengan izin dari menteri pendidikan nasional. (http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/22/komponen-komponen-kurikulum/).
KTSP menurut Hasibuan (2010 : 64 )disusun bersama oleh guru, komite sekolah/yayasan, konselor (guru BK/BP), narasumber, dengan kepala sekolah sebagai ketua merangkap anggota dan disupervisi oleh dinas pendidikan kabupaten/kota.
Berdasarkan pemaparan di atas yang dimaksud dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.

  1. Komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi (KTSP)
Berdasarkan pada diktat panduan Mata Kuliah Telaah Kurikulum dan Teks Jurusan Bahasa Arab UPI (2010 : 8), menyebutkan yang termasuk dalam Komponen – komponen Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut :
  1. Acuan pendidikan tingkat satuan pendidikan
    1. Tujuan pendidikan Dasar
    2. Tujuan Pendidikan Pertama
    3. Tujuan Pendidikan Menengah
    4. Tujuan Pendidikan Menengah Kejuruan
  2. Acuan operasional penyusunan KTSP
    1. Peningkatan iman dan takwa serta akhlaq mulia
    2. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik.
    3. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan.
    4. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
    5. Tuntutan dunia kerja
    6. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
    7. Agama
    8. Dinamika perkembangan social
    9. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
    10. Kondisi social budaya masyarakat setempat
    11. Kesetaraan jender
    12. Karakteristik Satuan Pendidikan
  3. Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
    1. Mata pelajaran
    2. Muatan local
    3. Kegiatan pengembangan diri
    4. Pengaturan beban Belajar
    5. Kenaikan kelas, penjurusan dan kelulusan
    6. Pendidikan kecakapan hidup
    7. Pendidikan berbasis keunggulan local dan global
  4. Kalender pendidikan














BAB III
PEMBAHASAN


  1. Komponen Kurikulum
Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu : (1) tujuan; (2) materi; (3) strategi, pembelajaran; (4) organisasi kurikulum dan (5) evaluasi. Kelima komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak bisa dipisahkan. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan tentang masing-masing komponen tersebut.
    1. Tujuan
Mengingat pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara telah mewajibkan para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui berbagai ragam teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan falsafah negara, keadaan sosial-politik kemampuan sumber daya dan keadaan lingkungannya masing-masing. Kendati demikian, dalam hal menentukan tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki esensi yang sama. Seperti yang disampaikan oleh Hummel (Uyoh Sadulloh, 1994) bahwa tujuan pendidikan secara universal akan menjangkau tiga jenis nilai utama yaitu:
  1. Autonomy; gives individuals and groups the maximum awarenes, knowledge, and ability so that they can manage their personal and collective life to the greatest possible extent.
  2. Equity; enable all citizens to participate in cultural and economic life by coverring them an equal basic education.
  3. Survival ; permit every nation to transmit and enrich its cultural heritage over the generation but also guide education towards mutual understanding and towards what has become a worldwide realization of common destiny.)
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistrm Pendidikan Nasional, bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”..
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
  1. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
  2. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
  3. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
Lebih jauh lagi, dengan mengutip dari beberapa ahli, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) memberikan gambaran spesifikasi dari tujuan yang ingin dicapai pada tujuan pembelajaran, yakni :
  1. Menggambarkan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh peserta didik, dengan : (a) menggunakan kata-kata kerja yang menunjukkan perilaku yang dapat diamati; (b) menunjukkan stimulus yang membangkitkan perilaku peserta didik; dan (c) memberikan pengkhususan tentang sumber-sumber yang dapat digunakan peserta didik dan orang-orang yang dapat diajak bekerja sama.
  2. Menunjukkan perilaku yang diharapkan dilakukan oleh peserta didik, dalam bentuk: (a) ketepatan atau ketelitian respons; (b) kecepatan, panjangnya dan frekuensi respons.
  3. Menggambarkan kondisi-kondisi atau lingkungan yang menunjang perilaku peserta didik berupa : (a) kondisi atau lingkungan fisik; dan (b) kondisi atau lingkungan psikologis.
Dalam implementasinnya bahwa untuk mengembangkan pendidikan dengan tantangan yang sangat kompleks boleh dikatakan hampir tidak mungkin untuk merumuskan tujuan-tujuan kurikulum dengan hanya berpegang pada satu filsafat, teori pendidikan atau model kurikulum tertentu secara konsisten dan konsekuen. Oleh karena itu untuk mengakomodir tantangan dan kebutuhan pendidikan yang sangat kompleks sering digunakan model eklektik, dengan mengambil hal-hal yang terbaik dan memungkinkan dari seluruh aliran filsafat yang ada, sehingga dalam menentukan tujuan pendidikan lebih diusahakan secara bereimbang.

2. Materi Pembelajaran
Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk :
  1. Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
  2. Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
  3. Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
  4. Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
  5. Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
  6. Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
  7. Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
  8. Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
  9. Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
  10. Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Dalam prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal berikut :.
  1. Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan kesahihannya.
  2. Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari.
  3. Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis maupun non akademis
  4. Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
  5. Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri kemampuan mereka.
  6. Terkait dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, belakangan ini mulai muncul konsep pembelajaran dengan isitilah PAKEM, yang merupakan akronim dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Oleh karena itu, dalam prakteknya seorang guru seyogyanya dapat mengembangkan strategi pembelajaran secara variatif, menggunakan berbagai strategi yang memungkinkan siswa untuk dapat melaksanakan proses belajarnya secara aktif, kreatif dan menyenangkan, dengan efektivitas yang tinggi.
  7. Berkenaan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih cenderung menggunakan pengorganisasian yang bersifat eklektik, yang terbagi ke dalam lima kelompok mata pelajaran, yaitu : (1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; (2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; (3) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; (4) kelompok mata pelajaran estetika; dan (5) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh karena itu, materi pembelajaran harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh peserta didik itu sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang berlandaskan pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.
Dengan melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari filsafat yang melandasi pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan materi pembelajaran,. Namun dalam implementasinya sangat sulit untuk menentukan materi pembelajaran yang beranjak hanya dari satu filsafat tertentu., maka dalam prakteknya cenderung digunakan secara eklektik dan fleksibel..
Terlepas dari filsafat yang mendasari pengembangan materi, Nana Syaodih Sukamadinata (1997) mengetengahkan tentang sekuens susunan materi pembelajaran, yaitu :
  1. Sekuens kronologis; susunan materi pembelajaran yang mengandung urutan waktu.
  2. Sekuens kausal; susunan materi pembelajaran yang mengandung hubungan sebab-akibat.
  3. Sekuens struktural; susunan materi pembelajaran yang mengandung struktur materi.
  4. Sekuens logis dan psikologis; sekuensi logis merupakan susunan materi pembelajaran dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan, dari yang sederhana menuju kepada yang kompleks. Sedangkan sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan menuju bagian-bagian, dan dari yang kompleks menuju yang sederhana. Menurut sekuens logis materi pembelajaran disusun dari nyata ke abstrak, dari benda ke teori, dari fungsi ke struktur, dari masalah bagaimana ke masalah mengapa.
  5. Sekuens spiral ; susunan materi pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau bahan tertentu yang populer dan sederhana, kemudian dikembangkan, diperdalam dan diperluas dengan bahan yang lebih kompleks.
  6. Sekuens rangkaian ke belakang; dalam sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah akhir dan mundur kebelakang. Contoh pemecahan masalah yang bersifat ilmiah, meliputi 5 langkah sebagai berikut : (a) pembatasan masalah; (b) penyusunan hipotesis; (c) pengumpulan data; (d) pengujian hipotesis; dan (e) interpretasi hasil tes.
  7. Dalam mengajarnya, guru memulai dengan langkah (a) sampai (d), dan peserta didik diminta untuk membuat interprestasi hasilnya (e). Pada kasempatan lain guru menyajikan data tentang masalah lain dari langkah (a) sampai (c) dan peserta didik diminta untuk mengadakan pengetesan hipotesis (d) dan seterusnya.
  8. Sekuens berdasarkan hierarki belajar; prosedur pembelajaran dimulai menganalisis tujuan-tujuan yang ingin dicapai, kemudian dicari suatu hierarki urutan materi pembelajaran untuk mencapai tujuan atau kompetensi tersebut. Hierarki tersebut menggambarkan urutan perilaku apa yang mula-mula harus dikuasai peserta didik, berturut-berturut sampai dengan perilaku terakhir.

3. Strategi pembelajaran
Telah disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat dan teori pendidikan yang melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan tujuan dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan informasi-intelektual,–sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian, maka strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian (ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau seminar. Selain itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok (kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role playing, diskusi, dan sejenisnya.
Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan guider. Sebagai fasilitator, guru berusaha menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi peserta didiknya agar dapat melakukan perbuatan belajar. Sedangkan sebagai guider, guru melakukan pembimbingan dengan berusaha mengenal para peserta didiknya secara personal.
Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi yang menekankan pentingnya penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam penentuan strategi pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan materi atau kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi dalam pembelajaran teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar secara individual. Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik untuk belajar tanpa tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet atau media elektronik lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai director of learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah didesain sebelumnya.

4. Organisasi Kurikulum
Beragamnya pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum memunculkan terjadinya keragaman dalam mengorgansiasikan kurikulum. Setidaknya terdapat enam ragam pengorganisasian kurikulum, yaitu:
  1. Mata pelajaran terpisah (isolated subject);
  2. Mata pelajaran berkorelasi
  3. Bidang studi (broad field)
  4. Program yang berpusat pada anak (child centered).
  5. Inti Masalah (core program)
  6. Ecletic Program
Kelompok-kelompok mata pelajaran tersebut selanjutnya dijabarkan lagi ke dalam sejumlah mata pelajaran tertentu, yang disesuaikan dengan jenjang dan jenis sekolah. Di samping itu, untuk memenuhi kebutuhan lokal disediakan mata pelajaran muatan lokal serta untuk kepentingan penyaluran bakat dan minat peserta didik disediakan kegiatan pengembangan diri.

5. Evaluasi Kurikulum
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan oleh Wright bahwa : “curriculum evaluation may be defined as the estimation of growth and progress of students toward objectives or values of the curriculum
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility) program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam kurikulum, yaitu meliputi ; “ objective, it’s scope, the quality of personnel in charger of it, the capacity of students, the relative importance of various subject, the degree to which objectives are implemented, the equipment and materials and so on.”
Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa.
Agar hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Dengan mengutip pemikian Doll, dikemukakan syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge presence of value and valuing, orientation to goals, comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and validity and integration.”
Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi diemensi kuantitaif berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi kualitatif dapat digunakan, questionnare, inventori, interview, catatan anekdot dan sebagainya
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Hasil – hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya. (disarikan dari Nana Syaodih Sukmadinata, 1997)
Selanjutnya, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan tiga pendekatan dalam evaluasi kurikulum, yaitu : (1) pendekatan penelitian (analisis komparatif); (2) pendekatan obyektif; dan (3) pendekatan campuran multivariasi.
Di samping itu, terdapat beberapa model evaluasi kurikulum, diantaranya adalah Model CIPP (Context, Input, Process dan Product) yang bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan progran pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti : karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri. Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja (performance) dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi. Model ini kembangkan oleh Stufflebeam (1972) menggolongkan program pendidikan atas empat dimensi, yaitu : Context, Input, Process dan Product. Menurut model ini keempat dimensi program tersebut perlu dievaluasi sebelum, selama dan sesudah program pendidikan dikembangkan. Penjelasan singkat dari keempat dimensi tersebut adalah, sebagai berikut :
  1. Context; yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang bersangkutan.
  2. Input; bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan untuk keperluan pendidikan.
  3. Process; pelaksanaan nyata dari program pendidikan .
  4. Product; keseluruhan hasil yang dicapai oleh program pendidikan.

  1. Komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Secara teori, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah penyempurnaan dari kurikulum yang sebelumnya, yakni Kurikulum 1994. KBK ini adalah inovasi yang kemudian berkembang dikarenakan pertimbangan perkembangan dinamika Masyarakat, serta didasarkan kepada kebijakan peningkatan mutu pendidikan dalam era otonomi daerah.
Namun, menurut ahli dalam bidang Dr. Dadang salah satu dosen mata kuliah kurikulum dan Pembelajaran mengatakan kurikulum yang namanya komponen kurikulum baik KBK atau KTSP itu memiliki komponen-komponen yang sama, hanya saja yang membedakannya adalah isi dari masing-masing komponen-komponen tersebut.

Secara garis besar, komponen KBK dibagi atas:
  1. Kerangka kurikulum dan hasil belajar
Komponen ini berisi kompetensi lintas kurikulum, kompetensi rumpun mata pelajaran dan hasil pembelajaran yang menggambarkan secara utuh dari jenjang SD sampai jenjang SMA.
  1. Kerangka penilaian berbasis Kompetensi
Dalam kerangka penilaian berbasis kompetensi memuat prinsip, sasaran, dan pelaksanaan penilaian berkelanjutan akurat dan konsisten sebagai bentuk akuntabilitas kepada publik. Penilaian dilakukan antara lain melalui : kumpulan hasil kerja siswa (portofolio); hasil karya, penguasaan, Unjuk rasa, dan tes tertulis.
  1. Kerangka Pengelolaan KBK
Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah pada dasarnya untuk memberdayakan daerah dan sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengelola serta menilai pembelajaran sesuai dengan kondisi dan aspirasi mereka sejalan dengan upaya meningkatkan mutu pendidikan.
  1. Kerangka Pembelajaran
Pelaksanaan KBK berpusat pada siswa, berlangsung pada suasana yang mendidik, menyenangkan dan menantang dengan berpegang pada pendekatan pedagogis dan andragogis.
Untuk mengembangkan dan mengimplementasikan KBK ini dengan baik`sejumlah komponen perlu terlibat secara inten dan memberikan perannya masingmasing sesuai dengan kapasitasnya, antara lain:
  1. Visi dan Misi kelembagaan dan kepemimpinan yang berorientasi kualitas dan akuntabilitas serta peka terhadap dinamika pasar.
  2. Partisipasi seluruh sivitas akademika (dosen, naahasiswa) dalam bentuk "shared vision" dan "mutual commitment" untuk optimasi kegiatan pembelajaran.
  3. Iklim dan kultur akademik yang kondusif untuk proses pengembangan yang berkesinambungan.
  4. Keterlibatan kelompok masyarakat pemrakarsa (stakeholders) serta. Masyarakat pengguna lulusan itu sendiri.

  1. Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Komponen-komponen KTSP adalah: Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan Struktur dan muatan kurikulum (berisi mata pelajaran, muatan lokal, pengembangan diri, pengaturan beban pelajaran, kriteria ketuntasan belajar, ketentuan mengenai kenaikan kelas dan kelulusan, pendidikan kecakapan hidup, pendidikan berbasis lokal dan global).
Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi pembelajaran, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan hasil kajian Pustaka, yang termasuk ke dalam Komponen Kurikulm Tingkat Satuan Pendidikan adalah sebagai berikut:
  1. Acuan pendidikan tingkat satuan pendidikan
    1. Tujuan pendidikan Dasar
    2. Tujuan Pendidikan Pertama
    3. Tujuan Pendidikan Menengah
    4. Tujuan Pendidikan Menengah Kejuruan
  2. Acuan operasional penyusunan KTSP
    1. Peningkatan iman dan takwa serta akhlaq mulia
    2. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan peserta didik.
    3. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan.
    4. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
    5. Tuntutan dunia kerja
    6. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
    7. Agama
    8. Dinamika perkembangan social
    9. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
    10. Kondisi social budaya masyarakat setempat
    11. Kesetaraan jender
    12. Karakteristik Satuan Pendidikan
  3. Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
    1. Mata pelajaran
    2. Muatan local
    3. Kegiatan pengembangan diri
    4. Pengaturan beban Belajar
    5. Kenaikan kelas, penjurusan dan kelulusan
    6. Pendidikan kecakapan hidup
    7. Pendidikan berbasis keunggulan local dan global
  4. Kalender pendidikan
  5. Struktur Program dan Muatan Kurikulum
  6. Silabus dan rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar kedalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Berdaasarkan silabus yang telah disusun guru bias mengembangkan menjadi Rancangan Pelaksanaan Pembelajaaran (RPP) yang akan diterapkan dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) bagi siswanya. Sanjaya (2008:148)

  1. Persamaan dan Perbedaan anatara Komponen-komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
  2. Penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) terhadap Kurikulum Pendidikan Mata Pelajaran Bahasa Arab

BAB IV
PENUTUP

    1. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis menyimpulkan kesimpulan sebgai berikut;
      1. Komponen-komponen Kurikulum adalah suatu bagian atau unsur yang tidak dapat dipisahkan dari Kurikulum itu sendiri. Karena komponen-komponen kurikulum adalah bagian yang membangung kurikulul secra utuh dan memiliki pengaruh dalam keterlangsungan kurikulum.
      2. Secara umum Komponen-komponen Kurikulum baik Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sama, hanya saja yang membedakannya adalah isi dari masing-masing komponen-komponennya, tergantung pada muatan dan tujuan yang ingin dicapai.

    1. Saran
Adapun Saran dari pemaparan Makalah ini adalah sebagai berikut;
      1. Terkait dengan pembahasan mengenai Komponen-Komponen Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), diharpakan para pembaca dapat memahami materi dalam
makalah ini, sehingga dapat memahami substansi dari masing-masing
Komponen-komponen kurikulum tersebut dan menempatkannya secara
adil.
      1. Demi perbaikan kami pada kesempatan yang akan datang, diharapkan bagi
para pembaca selain menggunakan makalah ini sebagai referensi, juga
outcome dalam bentuk masukan sebagai bahan verifikasi kami.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar