BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Rahmat Sujana
(2009) mengutip dari buku Thinking
In The Future Tense karya
Jennifer James bahwa manusia terlahir dengan pemikiran statis, tetapi
akibat keinginan untuk berubah, maka cara berfikir juga kian berubah
menjadi dinamis dan aktif. Kecerdasan yang dimiliki manusia yaitu
kecerdasan intelegensi (IQ), kecerdasan spiritual (SQ), dan
kecerdasan emosional (EQ), namun seiring dengan berkembang pesatnya
paradigma berfikir maka munculah kecerdasan yang lahir akibat ketiga
kecerdasan tersebut yaitu kecerdasan praktis atau dapat disebut
kecerdasan berorganisasi.
Berawal dari
kehidupan manusia yang senantiasa tumbuh dan berkembang untuk
memenuhi kebutuhan hidup dan mempertahankan eksistensinya dalam
beradaptasi terhadap lingkungan. Maka manusia berusaha mengeksplorasi
kehidupan mereka untuk menjadi yang terbaik mengungguli manusia
lainnya. Salah satunya melalui pendidikan dalam usaha membina dan
mengarahkan alur kehidupan yang sesuai dengan hakikat manusia yaitu
sebagai pengemban amanah dari Allah Ta’ala.
Manusia
mengenal perkembangan pendidikan melalui pemikiran para ahli sehingga
melahirkan kurikulum untuk mengatur proses pendidikan secara terarah
dan memiliki tujuan yang jelas. Kurikulum yang tertulis di setiap
belahan dunia tentulah berbeda, ini akibat manusia dan lingkungan
tidak sama meskipun dalam pelaksanaannya memliki tujuan yang bisa
dikatakan sama yaitu untuk memanusiakan manusia melalui pendidikan.
Ma’ruf Zuraiq
dalam tulisannya Kaifa
Nurabbi Abnaana wa Nu’aliju Masyakilahum yang
diterjemahkan oleh Saeful Islam dkk. (2004: 3) mengemukakan bahwa
tujuan pendidikan yang diupayakan para praktisi pendidikan, dan yang
karenanya didirikan Departemen Pendidikan adalah menyiapkan
warga Negara yang baik.
Di Indonesia
sebagai negara yang memilki karakteristik tersendiri dalam hal
penduduk dan wilayah, telah mengalami beberapa kali perubahan
kurikulum pendidikan yang diterapkan oleh pemerintah. Hingga terakhir
pada tahun 2006 yang lalu, ditegaskan adanya penyempurnaan kurikulum
baru yang merupakan ramuan dan kreasi dari para guru berdasarkan
standar isi dan standar kompetensi oleh BSNP (Badan Standar Nasional
Pendidikan). Kurikulum baru itu dikukuhkan melalui Peraturan Menteri
(permen) No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan No 23 Tahun
2006 tentang Standar Kelulusan (SKL), dengan nama KTSP (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan), yang isinya tetap mengacu pada kurikulum
sebelumnya (baca : KBK).
Namun pada
umumnya sebagian pendidik dan tenaga kependidikan belum memahami
hakikat KBK dan KTSP secara menyeluruh yang merupakan kurikulum
pendidikan di Indonesia. Untuk itulah kelompok kami mencoba mengkaji
hakikat KBK dan KTSP secara lebih mendalam dan menyeluruh guna
memberikan pemahaman bagi para pembaca agar secara kolektif dan atau
kerja sama kita dapat meningkatkan mutu pendidikan di Republik
Indonesia.
- Rumusan Masalah
- Bagaimana sejarah kurikulum?
- Apa yang dimaksud dengan Kurikulum?
- Apa yang dimaksud dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)?
- Apa yang dimaksud dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?
- Apa perbedaan antara KBK dan KTSP?
- Tujuan Penulisan
- Memahami konsepsi kurikulum secara umum
- Memahami definisi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
- Memahami definisi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
- Dapat mengidentifikasi perbedaan antara KBK dan KTSP
- Manfaat Penulisan
Makalah ini
bermanfaat bagi para pendidik, tenaga kependidkan, dan masyarakat
yang peduli terhadap pendidikan di Indonesia dalam memahami hakikat
KBK dan KTSP secara komprehensif sehingga proses pendidikan dapat
terselenggara secara efektif dan efisien.
- Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini kami
menggunakan analisis studi pustaka dari beberapa literatur yang
relevan dengan judul karya ilmiah ini.
BAB
II
LANDASAN
TEORETIS
- Konsepsi Kurikulum
Sucipto dan Raflis (1994: 142)
mengemukakan, kurikulum dapat diartikan secara sempit dan luas. Dalam
pengertian sempit, kurikulum diartikan sebagai sejumlah mata
pelajaran yang diberikan di sekolah. Sedangkan dalam pengertian luas,
kurikulum adalah semua pengalaman belajar yang diberikan sekolah
kepada siswa selama mereka mengikuti pendidikan di sekolah.
Nurhadi (2005: 1) menyatakan bahwa kurikulum
merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan
pendidikan secara efektif dan efisien. Pentingnya sebuah
kurikulum membawa implikasi pada penerapan pembelajaran yang terarah
sehingga tujuan dari pendidikan dapat terencana dengan baik.
Adapun menurut Kerr dalam Kelly
(1982), Kurikulum dalam arti sempit diartikan sebagai kumpulan
berbagai mata pelajaran/mata kuliah yang diberikan kepada peserta
didik melalui kegiatan yang dinamakan proses pembelajaran. Akibat
dari perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya sosio-teknologi maka
kurikulum diartikan secara lebih luas sebagai keseluruhan proses
pembelajaran yang direncanakan dan dibimbing di sekolah, baik yang
dilaksanakan di dalam kelompok atau secara individual, di dalam atau
di luar sekolah.
Inti dari kurikulum menurut Tyler
(1949) adalah suatu jawaban secara menyeluruh terhadap beberapa
pertanyaan berikut ini:
1)
Tujuan-tujuan apa dan maksud-maksud apa yang hendak dicapai oleh
sekolah? 2) Kesempatan-kesempatan belajar apa yang dipilih agar
terjadi perubahan tingkah laku sesuai dengan harapan?
3)
Bagaimana unsur-unsur belajar disusun?
4)
Bagaimana penilaian untuk mengetahui keberhasilannya?
Jika keempat jawaban pertanyaan itu
telah terjawab, itulah yang dimaksud dengan kurikulum.
Oemar Hamalik (2001: 18) menyatakan bahwa
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Kegiatan pembelajaran
memerlukan sebuah perencanaan agar pencapaian tujuan pendidikan dapat
terselenggara dengan efektif dan efisien.
Dalam UU Sisdiknas diterangkan bahwa
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Oemar Hamalik (2001: 18) menambahkan bahwa isi
kurikulum merupakan susunan dan bahan kajian dan pelajaran untuk
mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan
dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Kurikulum sebagai rancangan
pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh
aspek kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di
dalam pendidikan dan perkembangan kehidupan peserta didik, maka dalam
penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan
yang kokoh dan kuat. (Sudarsah dan Nurdin: 2009)
Robert S. Zais (1976) mengemukakan
empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu: philosophy
and the nature of knowledge, society and culture, the individual, and
learning theory. Dengan berpedoman pada empat landasan tersebut, maka
dibuat model yang disebut “an ecletic model of the curriculum and
its foundation.”
Kurikulum
merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan
nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi
daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum
disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program
pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam
mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian
tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas
standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana
dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua
dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar
Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama
bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan
mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan
menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan
SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga
harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU
20/2003 dan PP 19/2005.
Panduan yang disusun BSNP terdiri
atas dua bagian. Pertama, Panduan Umum yang memuat ketentuan umum
pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan
dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang
terdapat dalam SI dan SKL. Termasuk dalam ketentuan umum adalah
penjabaran amanat dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP 19/2005 serta
prinsip dan langkah yang harus diacu dalam pengembangan KTSP. Kedua,
model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan KTSP
dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada Panduan Umum
yang dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat
mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi.
Panduan pengembangan kurikulum
disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik
untuk: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa; (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk
mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif; (d) belajar untuk
hidup bersama dan berguna untuk orang lain; dan (e) belajar untuk
membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif,
kreatif, efektif dan menyenangkan.
- Definisi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Dalam rangka mempersiapkan lulusan
pendidikan memasuki era globalisasi yang penuh tantangan dan
ketidakpastian, diperlukan pendidikan yang dirancang berdasarkan
kebutuhan nyata di lapangan. Untuk kepentingan tersebut, pemerintah
memprogramkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) sebagai acuan dan
pedoman bagi pelaksanaan pendidikan untuk mengembangkan berbagai
ranah pendidikan (pengetahuan, keterampilan dan sikap) dalam seluruh
jenjang dan jalur pendidikan, khususnya pada jalur pendidikan
sekolah. Hal ini terkait dengan “Gerakan Peningkatan Mutu
Pendidikan” yang dicanangkan oleh Mendiknas pada tanggal 2 Mei
2002.
Berbagai usaha telah dilakukan
Depdiknas untuk memperbaiki mutu pendidikan nasional. Salah satunya
adalah penyempurnaan kurikulum. Saat ini pemerintah sedang menerapkan
kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dan kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP), sebagai penyempurna kurikulum sebelumnya.
KBK dapat diartikan sebagai suatu
konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan
melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi
tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik,
berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK
diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan,
nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu
dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh
tanggung jawab.
Hal ini senada dengan apa yang
disampaikan Drs. Dadang Sukirman, M.Pd., salah seorang dosen di MKP
Kurikulum dan Pembelajaran Universitas Pendidikan Indonesia, beliau
menyampaikan bahwa KBK merupakan hasil evaluasi dari kurikulum
akademis (kurikulum 1994), yang implementasinya lebih mengarahkan
siswa untuk dapat menguasai kompetensi tertentu. Hal ini, menurut
beliau, karena kurikulum 1994 belum berhasil meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia.
KBK adalah kurikulum pendidikan yang
menjadikan kompetensi
sebagai acuan
pencapaian tujuan pendidikan. Kompetensi: pengetahuan, keterampilan,
sikap/nilai dasar yang tercermin dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak. Dan siswa yang kompeten: memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan sikap/nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Jadi, KBK memfokuskan pada
pemerolehan kompetensi-kompetensi tertentu oleh peserta didik. Oleh
karena itu, KBK ingin memusatkan diri pada pengembangan seluruh
kompetensi peserta didik.
- Definisi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) adalah kurikulum
operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan (sekolah) sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan
kondisi lingkungan serta kebutuhan masyarakat. Kurikulum
ini (baca : KTSP) merupakan kelanjutan dari kurikulum sebelumnya
(baca : KBK), yang mana KBK mulai diterapkan pada tahun 2004 merubah
kurikulum sebelumnya (baca : Kurikulum 1994), yang perbedaannya hanya
pada cara para murid belajar di kelas.
KTSP terdiri dari :
- Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan.
- Struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan.
- Kalender pendidikan.
- Silabus.
KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip
– prinsip sebagai berikut :
- Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
- Beragam dan terpadu.
- Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
- Relevan dengan kebutuhan kehidupan.
- Menyeluruh dan berkesinambungan.
- Belajar sepanjang hayat.
- Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
Terkait dengan pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang
harus dipenuhi, yaitu :
- Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
- Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
- Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
- Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
- Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
- Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
- Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemenuhan prinsip-prinsip di atas
itulah yang membedakan antara penerapan satu Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya sering
kali terabaikan. Karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai
ruh atau jiwanya kurikulum
Dalam mensikapi suatu perubahan
kurikulum, banyak orang lebih terfokus hanya pada pemenuhan struktur
kurikulum sebagai jasad dari kurikulum . Padahal jauh lebih penting
adalah perubahan kultural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip
khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.
Salah seorang dosen MKP Kurikulum dan
Pembelajaran Universitas Pendidikan Indonesia, Drs. Dadang Sukirman,
M.Pd. menyampaikan berkaitan dengan KTSP ini, beliau menyampaikan
bahwa KTSP merupakan kurikulum yang mengemban konsep
central-decentral
curriculum. Hal ini
karena KTSP merupakan kurikulum yang memberikan kewenangan kepada
tiap sekolah untuk mengadakan pengembangan yang sesuai dengan kondisi
geografis, historis, ataupun kultural tempat sekolah berada,
mengingat keberagaman warga Negara Indonesia.
BAB III
PEMBAHASAN
- Sejarah Kurikulum
Bangsa yang besar adalah bangsa yang
mempunyai kurikulum pendidikan yang bagus dan stabil (tidak
berubah-ubah) serta member motivasi pelajarnya agar bias meningkatkan
standar mutu pendidikannya di kemudian hari.
Sejarah kurikulum pendidikan di
Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian menteri pendidikan,
sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi standar
mutu yang jelas dan mantap.
Sejarah kurikulum tersebut, yaitu:
- Tahun 1950, ada kurikulum SR (Sekolah Rakjat) yang disebut “Rentjana Peladjaran Terurai”,
- Tahun 1960, muncul “Kurikulum Kewadjiban Beladjar Sekolah Dasar”,
- Tahun 1968, dikenal dengan sebutan “Kurikulum 1968 (pengganti Kurikulum 1950)
- Tahun 1970, muncul “Kurikulum Berhitung” diganti dengan pelajaran matematika modern
- Tahun 1975, diganti menjadi “Kurikulum 1975” terfokus pada pelajaran matematika dan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) serta Pendidikan Kewarganegaraan;
- Tahun 1984, menyempurnakan Kurikulum 1975 dengan model “Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)”;
- Tahun 1991, CBSA dihentikan, lalu muncul “Kurikulum 1994”;
- Tahun 2004, diganti lagi dengan kurikulum baru yang disebut “Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)”, bahkan banyak mempelesetkan menjadi “Kurikulum Berbasis Kebingungan”
- Tahun 2006, diganti lagi dengan istilah “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)”, entah berapa tahun lagi ada kurikulum yang super modern yang ditakutkan membuat bingung semua pihak.
- Urgensi Kurikulum dalam Pendidikan
Umaedi (1999: 7-9) mengemukakan
betapa pentingnya kurikulum dalam peningkatan mutu pendidikan,
sehingga tidak salah mengemukakan bahwa kurikulum termasuk dari
kerangka kerja MPMBS (Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah).
Perkembangan kurikulum di Indonesia
sampai saat ini telah melahirkan Undang-Undang nomor 20 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005
tentang Badan Standar Pendidikan Nasional, disusul dengan
Permendiknas 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, kemudian disusul
dengan Permendiknas 23 tentang Standar Kompetensi Kelulusan dan
Undang-Undang nomor 24 tentang Pelaksanaan Permendiknas nomor 22 dan
23.
Pembakuan Undang-Undang dan
Permendiknas itu menjadi kekuatan hukum bagi penyelenggara pendidikan
untuk menata kurikulum dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia
sehingga dengan demikian undang-undang dan peraturan menteri
pendidikan nasional itu perlu dibaca dan dipahami. Untuk memahami
kurikulum pendidikan perlu diketahui fungsi dasar pendidikan untuk
menambah wawasan berpikir yang dikemukakan Sutisna (1998) sebagai
berikut:
Wawasan kepala sekolah dan guru dalam
mendidik dan mengajar siswa akan lebih matang bila kepala sekolah dan
guru memiliki berbagai pengetahuan yang mendalam. Memiliki
pengetahuan tentang fungsi pendidikan secara mendalam dan memahaminya
dengan baik akan memberikan nuansa yang berbeda dengan tanpa
pengetahuan tersebut. Tanpa mengindahkan tekanan yang berubah-ubah
yang diberikan kepada fungsi pendidikan, tujuan pendidikan berasal
dari empat dasar fungsi pendidikan, yaitu:
- Pengembangan individu yang meliputi aspek-aspek hidup pribadi; etis, estetis, emosional, fisis.
- Pengembangan cara berpikir dan teknik penyelidikan yang berkenaan dengan kecerdasan yang terlatih.
- Pemindahan warisan budaya, menyangkut nilai-nilai sivik dan moral bangsa.
- Pemenuhan kebutuhan sosial yang vital yang menyumbang kepada kesejahteraan ekonomi, sosial, politik dan lapangan kerja.
- Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Dilihat dari namanya saja diketahui
bahwa kurikulum ini memberi penekanan yang dominan pada berbagi
kompetensi yang harus dikuasai oleh anak didik dalam setiap bidang
studi pada setiap jenjang sekolah. Implikasinya, akan terjadi
pergeseran dari penguasaan pengetahuan (kognitif) atau dominasi
kognitif menuju kepada penguasaan kompetensi tertentu.
Kompetensi yang dituntut dibagi atas
tiga macam, yaitu:
1)
Kompetensi tamatan/lulusan; kompetensi minimal yang harus dicapai
siswa yang tamat dari suatu jenjang pendidikan tertentu (SD –
SLTA);
2)
Kompetensi Umum Mata Pelajaran/Standar; kompetensi/baku kinerja
minimal yang harus dicapai pada saat siswa menyelesaikan suatu rumpun
atau mata pelajaran tertentu; serta
3)
Kompetensi dasar; kemampuan minimal yang harus dicapai siswa dalam
penguasaan konsep/materi yang dibelajarkan (ukuran minimal yang telah
ditetapkan tentang pengetahuan, kemampuan, keterampilan, sikap dan
perilaku dasar dalam menguasai materi pokok dan indikator pencapaian
hasil belajar).
Dengan KBK nantinya diharapkan dapat
menjawab visi pendidikan dasar yang telah dirumuskan oleh Balitbang
Depdiknas yaitu menghasilkan lulusan yang mempunyai dasar-dasar
karakter, kecakapan, keterampilan, dan pengetahuan yang kuat. Juga
mampu menjawab visi pendidikan menengah, yaitu menghasilkan lulusan
yang memiliki karakter, kecakapan, dan keterampilan yang kuat untuk
digunakan dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan
sosial, budaya dan alam sekitar, serta mengembangkan kemampuan lebih
lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.
Perbedaan mendasar juga ada antara
Kurikulum 1994 dan KBK. Kurikulum 1994 menggunakan pendekatan
penguasaan materi, sarat materi (over loaded), dan isinya tumpang
tindih (over lapping), sedangkan KBK menggunakan pendekatan
penguasaan kompetensi tertentu, materinya sedikit tetapi mendalam,
komprehensif dan berkelanjutan, materinya kontekstual, dan
sebagainya. Menggunakan pendekatan system Pendidikan nasional
merupakan sebuah sistem yang terdiri atas berbagai sub sistem yang
saling bertautan dalam mencapai tujuan. Demikian juga di tingkat
operasional yaitu proses pembelajaran juga merupakan sistem yang di
dalamnya terdapat berbagai sub sistem yang saling berpengaruh,
seperti instrumental input berupa siswa, enviromental input (dukungan
stakeholders), Jurnal Pendidikan Penabur - No.01 / Th.I / Maret 2002.
B.1
Catatan Kritis Tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi
Satu hal yang sangat krusial dalam
sistem ini adalah adanya quality assurance atau jaminan mutu output
yang dihasilkan, dan semua itu harus dipertanggungjawabkan kepada
publik (public accountibility). Dengan demikian, sekolah mau tidak
mau harus berupaya semaksimal mungkin agar proses
pendidikan/pembelajaran berjalan dengan baik agar menghasilkan
lulusan yang berkualitas, mencapai kompetensi yang telah ditetapkan,
sebab akan terjadi penilaian yang objektif dari masyarakat terhadap
keberhasilan proses pembelajaran dari sebuah lembaga pendidikan yang
bernama sekolah. Hasil kompetensi siswa pun dapat dilihat secara
konkrit berupa produk, proposal, portofolio, karya. Oleh karena itu
pengajar diharuskan memberi peluang kepada siswa untuk mengungkapkan,
memperagakan, menyajikan, mempresentasikan, dan sebagainya.
B.2
Implikasi
Berbagai implikasi terjadi berkaitan
dengan penerapan KBK, yaitu: 1) Jumlah jam berkurang. Ini logis
karena KBK bercirikan pada substansi pelajaran yang sedikit namun
mendalam. Ada pengurangan di sana sini atau perampingan materi yang
didasarkan pada asas dan manfaat dan tentu saja menunjang pencapaian
kompetensi yang diharapkan. 2) Tema sajian terpadu. Terpadu karena
bersifat komprehensif dan berkesinambungan. Antara materi yang satu
dengan lain ada keterpaduan sehingga lebih bermakna. 3) Penilaian
berbasis kelas. 4) Penilaian berbasis kompetensi. Artinya, penilaian
didasarkan pada kompetensi yang dikuasai siswa sesuai dengan jenis
dan jenjang pendidikannya. 5) Guru berbasis kompetensi. Artinya
bahwa, dengan penerapan KBK ini maka tuntutan agar guru terus
mengasah kompetensinya merupakan suatu keharusan. Tidak ada alasan
untuk terus mempertahankan paradigma lama bahwa kemampuan yang
dimilikinya sudah lebih dari cukup untuk menjalankan fungsi dan
tugasnya.
Drs. Dadang Sukirman, M.Pd., salah
seorang dosen MKP Kurikulum dan Pembelajaran, memberikan komentar
sewaktu penulis mewawancarai beliau berkaitan dengan KBK ini, beliau
menyampaikan bahwa meskipun terdapat revisi dari yang tadinya
kurikulum akademis (kurikulum 1994) menjadi KBK, namun tetap
berpedoman pada konsep kurikulum dimana didalamnya terdapat Tujuan,
Isi, Metode atau strategi dan Evaluai. Pun dengan KBK, ini merupakan
evaluasi dari kurikulum 1994 agar dapat meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia.
- Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan) merupakan penyempurnaan Sistem Pendidikan Nasional
Indonesia yang telah ada yaitu KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi),
karena dianggap bahwa KBK memiliki kekurangan yang menonjol. Pada
tahun 2006 yang lalu, ditegaskan adanya penyempurnaan kurikulum baru
yang merupakan ramuan dan kreasi dari para guru berdasarkan standar
isi dan standar kompetensi oleh BSNP (Badan Standar Nasional
Pendidikan). Kurikulum baru itu dikukuhkan melalui Peraturan Menteri
(permen) No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan No 23 Tahun
2006 tentang Standar Kelulusan (SKL), dengan nama KTSP (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan), yang isinya tetap mengacu pada kurikulum
sebelumnya (baca : KBK).
Menurut Imam
Hanafie Mh.A, MA
:
“KTSP yang
hendak diberlakukan Departemen Pendidikan Nasional melalui Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sesungguhnya dimaksudkan untuk
mempertegas pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Artinya,
kurikulum baru ini tetap memberikan tekanan pada pengembangan
kompetensi siswa.”
dan menurut
Fasli
Jalal
:
“Pemberlakuan
KTSP tidak akan melalui uji publik maupun uji coba, karena kurikulum
ini telah diujicobakan melalui KBK yang diterapkan ke beberapa
sekolah yang menjadi pilot project.”
Sesuai dengan
penuturan di atas, dijelaskan bahwa KTSP bukan sesuatu yang pantas
dianggap sebagai hal baru, karena KTSP merupakan penyempurnaan
pelaksanaan kurikulum KBK yang sebelumnya sempat tersendat karena
adanya berbagai kendala yang ditemui ketika pelaksanaannya.
KTSP sendiri
memiliki beberapa kelebihan yang diantaranya :
- Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelengaraan pendidikan.
- Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan.
- KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa.
- KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan kurang lebih 20%.
- KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.
Disamping itu,
terdapat juga kelemahan yang timbul ketika KTSP diterapkan, yaitu :
- Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada.
- Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP.
- Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik konsepnya, penyusunannya maupun prakteknya di lapangan.
- Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurangnnya pendapatan para guru.
- Banyaknya kesulitan dan ketidaksiapan tiap satuan pendidikan dalam menerima hal yang baru.
- Perbedaan antara KBK dan KTSP
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) merupakan sebuah kurikulum operasional yang disusun oleh dan
masing-masing satuan pendidikan, dan disusun menyesuaikan dengan
aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan kebutuhan
masyarakat. Kurikulum ini
kelanjutan dari
kurikulum sebelumnya yang berbasis kompetensi atau sering kita sebut
KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), yang mana KBK merupakan
kurikulum yang mulai diterapkan pada tahun 2004, yang merubah
kurikulum sebelumnya yaitu kurikulum 1994, yang perbedaannya hanya
pada cara murid belajar di kelas.
Beberapa
perbedaan antara Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan Kurikulum
Berbasis Kompetensi antara lain terletak pada wewenang pihak sekolah/
satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Dalam KTSP, sekolah/
satuan pendidikan bisa mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan
situasi dan kondisi lingkungan, kebutuhan masyarakat, dan aspirasi
masyarakat. Lain halnya dengan KBK, yang mana sekolah/ satuan
pendidikan hanya memiliki wewenang dalam strategi pembelajaran saja.
BAB
IV
PENUTUP
- Kesimpulan
Adapun
kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
- Kurikulum dalam pengertian sempit diartikan sebagai sejumlah mata pelajaran yang diberikan di sekolah. Sedangkan dalam pengertian luas, kurikulum adalah semua pengalaman belajar yang diberikan sekolah kepada siswa selama mereka mengikuti pendidikan di sekolah.
- a) Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum 2004, adalah kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari Kurikulum 1994, perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas.
b) Pendidikan berbasis kompetensi
menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu
jenjang pendidikan. Kompetensi yang sering disebut dengan standar
kompetensi adalah kemampuan yang secara umum harus dikuasai lulusan.
c) Implikasi pendidikan berbasis
kompetensi adalah pengembangan silabus dan sistem penilaian
berbasiskan kompetensi.
d) Kompetensi lulusan suatu jenjang
pendidikan sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dapat
dikategorikan menjadi tiga, yaitu : Ranah Pengetahuan, Ranah
Psikomotor, dan Ranah Afektif. Ranah pengetahuan mencakup cakap dan
berilmu, ranah psikomotor mencakup kreatif, sedang ranah afektif
mencakup berakhlak mulia, sehat, beriman, dan bertaqwa, mandiri dan
demokratis.
- Semua komponen pada Tujuan Pendidikan Nasional harus tercermin pada kurikulum dan sistem pembelajaran pada semua jenjang pendidikan. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, tugas sekolah adalah mengembangkan potensi peserta didik secara optimal menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat dan ikut menyejahterakan masyarakat. Lulusan suatu jenjang pendidikan harus memiliki pengetahuan dan keterampilan serta berperilaku yang baik. Untuk itu peserta didik harus mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar yang ditetapkan
- Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan (sekolah) sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan serta kebutuhan masyarakat. Kurikulum ini (baca : KTSP) merupakan kelanjutan dari kurikulum sebelumnya (baca : KBK), yang mana KBK mulai diterapkan pada tahun 2004 merubah kurikulum sebelumnya (baca : Kurikulum 1994), yang perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas.
- Beberapa perbedaan antara Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi antara lain terletak pada wewenang pihak sekolah/ satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Dalam KTSP, sekolah/ satuan pendidikan bisa mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan, kebutuhan masyarakat, dan aspirasi masyarakat. Lain halnya dengan KBK, yang mana sekolah/ satuan pendidikan hanya memiliki wewenang dalam strategi pembelajaran saja.
- Saran
Saran
dari penyusun kepada pembaca agar senantiasa meningkatkan kualitas
keilmuannya khususnya dalam ilmu kependidikan karena hakikatnya kita
semua adalah seorang pendidik. Semoga kita termasuk pendidik yang
baik dan amanah serta selalu dalam bimbingan Allah swt. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
Jurusan Pendidikan
Bahasa Arab, (2009). Mata
Kuliah Telaah Kurikulum dan Buku Teks.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Jurusan Pendidikan
Bahasa Arab, (2009). Bahan
Ajar Mata Kuliah Telaah Kurikulum dan Buku Teks - Panduan Bahan
Pembelajaran Mata Kuliah Telaah Kurikulum dan Buku Teks Bahasa Arab.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Umaedi. 1999.
Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Sebuah Pendekatan Baru dalam
Pengelolaan Sekolah untuk Peningkatan Mutu.
Tersedia online: http://ssep.net/director.html.
[10 Februari 2007].
Sudarsah, A. dan
Didin Nurdin. 2009. Manajemen
Implementasi Kurikulum.
Bandung. Alfabeta.
Rohiat. Manajemen
Sekolah-Teori Dasar dan Praktik. Bandung.
PT Refika Aditama.
Islam, Asep Saepul
dkk. (2004). Kiat
Mendidik dan Mengatasi Problematika Anak. Bandung.
PSIBA Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar