BAB
I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Dalam
percaturan global, terutama perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi”
Indonesia
sebagai bagian kehidupan bangsa di dunia harus senantiasa berupaya
mengimbangi kemajuan tersebut. Bila tidak demikian bangsa Indonesia
akan tertinggal dan bahkan terkucil dalam pergaulan bangsa-bangsa di
dunia. Salah satu contoh adalah hasil penelitian di Asia tentang
penyelenggaraan pendidikan di setiap negara. Ternyata hasil cukup
mengharukan bahwa Indonesia berada pada peringkat ke tigabelas
setelah Vietnam (Mendikbud,
2002).
Bangsa Indonesia harus membangun diri untuk bisa bersaing dalam
banyak hal, karena itu peningkatan mutu sumber daya manusia harus
menjadi perioritas pertama.
Sekarang ini
kehidupan kita senantiasa dibayangi oleh perkembangan IPTEKS (baca:
Ilmu, Teknologi dan Seni) dengan akselerasi laju yang luar biasa,
yang menyebabkan terjadinya "ledakan informasi".
Pertumbuhan pengetahuan pada tahun 80-an saja berjalan dengan
kecepatan 13% per tahun. Ini berarti bahwa pengetahuan yang ada akan
berkembang menjadi dua kali lipat hanya dalam tempo kira-kira 5,5
tahun. Akibatnya pengetahuan dalam bidang tertentu menjadi
"kadaluwarsa" hanya dalam tempo kira-kira 2,5 tahun.
(Dikutip dari Miguel Ma.Varela, Education for Tomorrow, APEID, Unesco
PROAP, Bangkok, 1990, oleh Santoso S. Hamidjojo).
Dari gambaran di
atas kiranya jelas bahwa dunia yang dihadapi peserta didik termasuk
mahasiswa pada saat ini, sangat kompleks.Wajarlah jika secara
periodik kurikulum senantiasa harus selalu ditinjau kembali, dan
senantiasa ada pembaharuan di bidang kurikulum.
Kurikulum
adalah pedoman dalam kegiatan belajar pembelajaran, sehingga peran
serta kurikulum adalah titik tolak dalam hasil kegiatan belajar dan
pembelajaran. Kekhawatiran ketidakoptimalan peran kurikulum
ditenggarai disebabkan ketidakefektifan peran daripada
komponen-komponen kurikulum.’
Berangkat
dari istilah kurikulum itu adalah sebuah sistem, maka untuk dapat
mengkaji kurikulum baik kurikuluk KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
mauppun kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) harus
memperhatikan komponen-komponennya. Komponen KBK dan KTSP tidaklah
sama, karena secara teori KTSP adalah bentuk penyempurnaan kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK).
Oleh
sebab itu, untuk dapat mengetahui komponen-komponen dalam kurikulum,
baik komponen-komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi atau Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan, kami menyusun makalah tentang
komponen-komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Masalah
Optimalnya
implementasi kurikulum dalam kegiatan belajar dan pembelajaran adalah
harapan puncak bagi siapa pun yang berkecimpung dalam dunia
pendidikan. Namun pada kenyataanya implementasi kurikulum tidaklah
mudah, sehingga harus dikaji lebih lanjut. Mengingat kurikulum adalah
suatu sistem, maka ketika kita ingin mengkaji sebuah kurukulum dengan
tepat haruslah memperhatikan serta mendalami komponen-komponen
kurikulum baik secara umum atau lebih khusus dalan bentuk Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP).
Rumusan
Masalah
Berdasarkan kerangka masalah diatas,
adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah
sebagai berikut, yaitu;
Apa
saja komponen-komponen kurikulum?
Bagaimana
komponen-komponen
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)?
Bagaimana
komponen-komponen
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?
Apa
persamaan dan perbedaan antara Komponen-komponen Kurikulum
Berbasisi Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP)?
Bagaimana
penerapan Komponen-komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) terhadap kurikulum
pendidikan
mata
pelajaran Bahasa Arab?
Tujuan
dan Manfaat
Tujuan
Setelah penelaahan kajian pustaka dan
penelitian, adapun tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut,
yakni;
Mengetahui
komponen-komponen kurikulum secara umum.
Mengetahui
Komponen-komponen
KBK
Mengetahui
Komponen-komponen KTSP
Manfaat
Adapun
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian adalah:
1.
Bagi Peneliti
Menambah
wawasan dalam teori komponen-komponen Kurikulum baik KBK maupun KTSP.
2.
Bagi Guru
Dapat
membantu dalam meningkatkan kualitas kegiatan belajar pembelajaran
3.
Bagi Siswa
Dari
hasil kajian teori ini siswa diharapkan memiliki peranan yang efektif
dalam pengimplementasian Kurikulum baik Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) maupun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Sistematika
Penulisan
Menyajikan makalah
sebagai hasil dari kajian teoritik, dengan batasan masalah
komponen-komponen kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Adapun materi yang kami sampaikan
didukung dengan sejumlah data-data real dari berbagai sumber yang
dapat dipertanggungjawabkan, kami memilih kajian pusataka berupa
beberapa buku sumber dan online dari Internet.
BAB
II
KAJIAN
TEORITIK
Komponen
Kurikulum
Pengertian
Komponen
Menurut
W.J.S
Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (1999: 540)
Komponen
adalah bagian dari keseluruhan atau unsur.
Senada
dengan pernyataan di atas menurut Mulyasa
(2003:34)
Komponen adalah bagian dari sesuatu yang membangun sesuatu secara
keseluruhan, atau suatu unsur yang berada dalam suatu yang utuh dan
berpengaruh di dalamnya.
Berdasarkan
pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud Komponen
adalah suatu bagian atau unsur yang berada dalam suatu yang utuh dan
memiliki pengaruh di dalamnya.
Pengertian
Kurikulum
Kurikulum
Hasibuan
(2010:1) sudah
dikenal orang sejak ratusan tahun lalu, secara etimologis, kata
kurikulum berasal dari bahasa latin yang kata dasarnya adalah
currere. Kata ini dgunakan untuk memberi nama lapangan perlombaan
lari. Di dunia pendidikan penggunaan kata kurikulum menjadi jauh
lebih popular jika dibandingkan sebelumnya.
Saylor,dkk
(1981:2)
kurikulum dilihat dari empat pandangan, yaitu : 1) kurikulum sebagai
tujuan (the curriculum as objectives)2) kurikulum sebagai kesempatan
belajar terencana (the curriculum as planned opportunities for
learning) 3) kurikulum sebagai mata pelajaran/mata kuliah (the
curriculum as subjects and subject ) 4) kurikulum sebagai pengalaman
(the curriculum as experience).
Aspek
yang tidak terungkap secara jelas tetapi tersirat dalam definisi
kurikulum sebagai dokumen adalah bahwa rencana yang dimaksudkan
dikembangkan berdasarkan suatu pemikiran tertentu tentang kualitas
pendidikan yang diharapkan. Perbedaan pemikiran atau ide akan
menyebabkan terjadinya perbedaan dalam kurikulum yang dihasilkan,
baik sebagai dokumen mau pun sebagai pengalaman belajar. Oleh karena
itu Oliva
(1997:12)
mengatakan "Curriculum
itself is a construct or concept, a verbalization of an extremely
complex idea or set of ideas".
Undang-undang
No. 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional merumuskan kurikulum sebagai seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran,
serta carayang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuik mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Berdasarkan
pemaparan di atas, maka yang dimaksud dengan kurikulum adalah
seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran,
serta carayang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuik mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Pengertian
Komponen
Kurikulum
Komponen
Kurikulum menurut Mulyasa
(2004 : 34)
mengatakan bahwa komponen kurikulum adalah suatu bagian atau unsur
yang terdapat di dalam kurikulum serta ikut membangun kurikulum serta
memiliki pengaruh terhadap kelangsungan kurikulum.
Dalam
pendapat lain menurut Olivia
(1993 : 46)
komponen kurikulum adalah bagian-bagian yang mempengaruhi
keberlangsungan kurikulum, serta menjadi acuan pengembangan kurikulum
dalam bentuk proses belajar dan pembelajaran.
Menurut
pakar Kurikulum Dr. Dadang Sukirman, M.Pd yang ditemui di fakultas
Ilmu Pendidikan UPI, mengutarakan bahwa Kurikulum adalah seperangkat
rencana yang berupa isi atau bahan ajar yang dipergunakan sebagai
pedoman dalam kegiatan belajar mengajar. Perangkat
mata pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan mengenai bidang
keahlian
khusus.
Komponen
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Pengertian
Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK
Kurikulum
(Dinas,2004)
merupakan perangkat pendidikan yang dinamis, oleh karenaitu kurikulum
juga harus peka dan sekaligus mampu merespon beragamperubahan dan
beragam tuntutan stakeholders
yang
menginginkan adanya peningkatan kualitas pendidikan. Negara-negara
berkembangdan negara maju di hampir seluruh dunia sekarang ini tengah
berupaya meningkatkan kualitas pendidikannya dengan mengembangkan
Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Perangkat
Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan resep instan terhadap masa
depan bangsa Indonesia di mata dunia, kondisi bangsa saat ini,
kondisi sekolah, kondisi guru, serta keberagaman anak didik dengan
segala kecepatan dan kelambanannya. Ini berarti bahwa implementasi
kurikulum akan membawa angin segar serta kegairahan bekerja kepada
para pelaksana pendidikan di sekolah
.
Hasibuan
(2010 : 23)
Menurut
Mulyasa (2005 : 6)
menerangkan bahwa kompetensi-kompetensi Kurikulum berbasis kompetensi
ada 9, yakni:
Kompetensi
dasar iman dan takwa
Kompetensi
dasar bahasa (Inggris dan Arab)
Kompetensi
dasar Komputer dan internet
Kompetensi
dasar tata karma dan budi pekerti
Kompotensi
dasar komunikasi dan teknologi
Kompetensi
dasar penelitian
Kompetensi
dasar Organisasi
Kompetensi
dasar Kemasyarakatan
Kompetensi
dasar kewirausahaan
Menurut
Dr.Dadang Sukirman, M.Pd,
beliau salah satu Guru mata Kuliah Kurikulum dan Pembelajaran di UPi
Bandung, mengatakan bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah sebuah
managmen kurikulum, bukan merupakan suatu keutuhan kurikulum yang
baru, hanya sebuah inovasi managmen kurikulum yang menitik beratkan
pada ketercapaian kompetensi-komptensi siswa, yakni Koginitif,
afektif dan Psikomotorik,
Pendidikan berbasis
kompetensi menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan
suatu jenjang pendidikan. Kompetensi yang sering disebut dengan
standar kompetensi adalah kemampuan yang secara umum harus dikuasai
lulusan. Kompetensi menurut Hall
dan Jones (1976: 29)
adalah "pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan
tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan
kemampuan yang dapat diamati dan diukur". Kompetensi (kemampuan)
lulusan merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat global,
karena persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber daya
manusia. Implikasi pendidikan berbasis kompetensi adalah pengembangan
silabus dan sistem penilaian berbasiskan kompetensi.
Berdasarkan
pemaparan di atas yang dimaksud dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi
adalah suatu managmen kurikulum yang mencakup kurikulum,
pembelajaran, dan penilaian, menekankan pencapaian hasil belajar
sesuai dengan standar kompetensi. Kurikulum berisi bahan ajar yang
diberikan kepada siswa/mahasiswa melalui proses pembelajaran. Proses
pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan prinsip-prinsip
pengembangan pembelajaran yang mencakup pemilihan materi, strategi,
media, penilaian, dan sumber atau bahan pembelajaran. Tingkat
keberhasilan belajar yang dicapai siswa/mahasiswa dapat dilihat pada
kemampuan siswa/mahasiswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang harus
dikuasai sesuai dengan staniar prosedur tertentu.
Komponen
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Berdasarkan
pada diktat
panduan Mata Kuliah Telaah Kurikulum dan Teks Jurusan Bahasa Arab UPI
(2010 : 8),
menyebutkan yang termasuk dalam Komponen – komponen Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) adalah sebagai berikut
Kerangka
kurikulum dan hasil belajar
Komponen
ini berisi kompetensi lintas kurikulum, kompetensi rumpun mata
pelajaran dan hasil belajar yang menggambarkan secara utuh dari kelas
1 Sekolah Dasar (SD) sampai pelajaran kelas 12 Sekolah Menengah Atas
(SMA).
Kerangka
penilaian berbasis kompetensi
Dalam
kerangka penilaian berbasis kompetensi memuat prinsip, sasaran, dan
pelaksanaan penilaian berkelanjutan akurat dan konsisten sebagai
bentuk akuntabilitas kepada public. Penilaian dilakukan antara lain
melalui : Kumpulan hasil kerja siswa (portofolio); hasil karya,
penugasan unjuk kerja dan tes tertulis.
Kerangka
pengelolaan KBK
Pengelolaan
kurikulum berbasis sekolah pada dasarnya untuk memberdayakan daerah
dan sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, mengelola serta menilai
pembelajaran sesuai dengan kondisi dan aspirasi mereka sejalan dengan
upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Kerangka
pembelajaran
Pelaksanaan
KBK berpusat pada Siswa, berlangsung pada suasana yang mendidik,
menyenangkan, dan menangtang dengan berpegang pada pendekatan
pedagogis dan andragogis.
Komponen
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Pengertian
KTSP
KTSP adalah
kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh
masing-masing satuan pendidikan KTSP pada dasarnya KBK yang
dikem-bangkan oleh satuan pendidikan ber-dasarkan standar isi (SI)
dan standar kompetensi lulusan (SKL), SK dan KD yang terdapat dalam
SI yang merupaka penyempurnaan dari SK dan KD yang terdapat pada
kurikulum berbasis kompetensi (uji coba Kurikulum 2004) Standar isi
dan standar kompetensi lulusan yang kemudian dioperasional-kan
kedalam bentuk KTSP dapat dilaksanakan mulai tahun pelajaran
2006/2007 dan selambat-lambatnya pada tahun pelajaran 2009/2010.
Sekolah boleh belum melaksanakan KTSP pada tahun pelajaran 2009/2010
dengan izin dari menteri pendidikan nasional.
(http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/22/komponen-komponen-kurikulum/).
KTSP menurut
Hasibuan (2010 : 64 )disusun bersama oleh guru, komite
sekolah/yayasan, konselor (guru BK/BP), narasumber, dengan kepala
sekolah sebagai ketua merangkap anggota dan disupervisi oleh dinas
pendidikan kabupaten/kota.
Berdasarkan
pemaparan di atas yang dimaksud dengan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum
operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan.
Komponen
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KTSP)
Berdasarkan
pada diktat
panduan Mata Kuliah Telaah Kurikulum dan Teks Jurusan Bahasa Arab UPI
(2010 : 8),
menyebutkan yang termasuk dalam Komponen – komponen Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut :
Acuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan
Tujuan
pendidikan Dasar
Tujuan
Pendidikan Pertama
Tujuan
Pendidikan Menengah
Tujuan
Pendidikan Menengah Kejuruan
Acuan
operasional penyusunan KTSP
Peningkatan
iman dan takwa serta akhlaq mulia
Peningkatan
potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan
dan kemampuan peserta didik.
Keragaman
potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan.
Tuntutan
pembangunan daerah dan nasional.
Tuntutan
dunia kerja
Perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Agama
Dinamika
perkembangan social
Persatuan
nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Kondisi
social budaya masyarakat setempat
Kesetaraan
jender
Karakteristik
Satuan Pendidikan
Struktur
dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Mata
pelajaran
Muatan
local
Kegiatan
pengembangan diri
Pengaturan
beban Belajar
Kenaikan
kelas, penjurusan dan kelulusan
Pendidikan
kecakapan hidup
Pendidikan
berbasis keunggulan local dan global
Kalender
pendidikan
BAB
III
PEMBAHASAN
Komponen
Kurikulum
Kurikulum
memiliki lima komponen utama, yaitu : (1) tujuan; (2) materi; (3)
strategi, pembelajaran; (4) organisasi kurikulum dan (5) evaluasi.
Kelima komponen tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak
bisa dipisahkan. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan
tentang masing-masing komponen tersebut.
Tujuan
Mengingat
pentingnya pendidikan bagi manusia, hampir di setiap negara telah
mewajibkan para warganya untuk mengikuti kegiatan pendidikan, melalui
berbagai ragam teknis penyelenggaraannya, yang disesuaikan dengan
falsafah negara, keadaan sosial-politik kemampuan sumber daya dan
keadaan lingkungannya masing-masing. Kendati demikian, dalam hal
menentukan tujuan pendidikan pada dasarnya memiliki esensi yang sama.
Seperti yang disampaikan oleh Hummel (Uyoh Sadulloh, 1994) bahwa
tujuan pendidikan secara universal akan menjangkau tiga jenis nilai
utama yaitu:
Autonomy;
gives individuals and groups the maximum awarenes, knowledge, and
ability so that they can manage their personal and collective life
to the greatest possible extent.
Equity;
enable all citizens to participate in cultural and economic life by
coverring them an equal basic education.
Survival
; permit every nation to transmit and enrich its cultural heritage
over the generation but also guide education towards mutual
understanding and towards what has become a worldwide realization of
common destiny.)
Dalam
perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat
dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistrm Pendidikan Nasional, bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”..
Dalam
Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan
tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu
kepada tujuan umum pendidikan berikut.
Tujuan
pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Tujuan
pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Tujuan
pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan
kejuruannya.
Tujuan
pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam
tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari
setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan
pendidikan.
Lebih
jauh lagi, dengan mengutip dari beberapa ahli, Nana Syaodih
Sukmadinata (1997) memberikan gambaran spesifikasi dari tujuan yang
ingin dicapai pada tujuan pembelajaran, yakni :
Menggambarkan
apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh peserta didik, dengan : (a)
menggunakan kata-kata kerja yang menunjukkan perilaku yang dapat
diamati; (b) menunjukkan stimulus yang membangkitkan perilaku
peserta didik; dan (c) memberikan pengkhususan tentang sumber-sumber
yang dapat digunakan peserta didik dan orang-orang yang dapat diajak
bekerja sama.
Menunjukkan
perilaku yang diharapkan dilakukan oleh peserta didik, dalam bentuk:
(a) ketepatan atau ketelitian respons; (b) kecepatan, panjangnya dan
frekuensi respons.
Menggambarkan
kondisi-kondisi atau lingkungan yang menunjang perilaku peserta
didik berupa : (a) kondisi atau lingkungan fisik; dan (b) kondisi
atau lingkungan psikologis.
Dalam
implementasinnya bahwa untuk mengembangkan pendidikan dengan
tantangan yang sangat kompleks boleh dikatakan hampir tidak mungkin
untuk merumuskan tujuan-tujuan kurikulum dengan hanya berpegang pada
satu filsafat, teori pendidikan atau model kurikulum tertentu secara
konsisten dan konsekuen. Oleh karena itu untuk mengakomodir tantangan
dan kebutuhan pendidikan yang sangat kompleks sering digunakan model
eklektik, dengan mengambil hal-hal yang terbaik dan memungkinkan dari
seluruh aliran filsafat yang ada, sehingga dalam menentukan tujuan
pendidikan lebih diusahakan secara bereimbang.
2.
Materi
Pembelajaran
Dalam
menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari
filsafat dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan
di atas bahwa pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik
(perenialisme, essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi
pembelajaran menjadi hal yang utama. Dalam hal ini, materi
pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk :
Teori;
seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang
saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang
gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara
variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala
tersebut.
Konsep;
suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari
kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok
fakta atau gejala.
Generalisasi;
kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber dari
analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
Prinsip;
yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang mengembangkan
hubungan antara beberapa konsep.
Prosedur;
yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran
yang harus dilakukan peserta didik.
Fakta;
sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting,
terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
Istilah,
kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan
dalam materi.
Contoh/ilustrasi,
yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk memperjelas
suatu uraian atau pendapat.
Definisi:yaitu
penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata
dalam garis besarnya.
Preposisi,
yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam
upaya mencapai tujuan kurikulum.
Dalam
prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran perlu memperhatikan
hal-hal berikut :.
Sahih
(valid);
dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benar-benar
telah teruji kebenaran dan kesahihannya.
Tingkat
kepentingan;
materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik. Mengapa
dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari.
Kebermaknaan;
materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis maupun non
akademis
Layak
dipelajari;
materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat
kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun
aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
Menarik
minat;
materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat memotivasi
peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa ingin
tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri
kemampuan mereka.
Terkait
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, belakangan ini mulai
muncul konsep pembelajaran dengan isitilah PAKEM, yang merupakan
akronim dari Pembelajaran
Aktif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan.
Oleh karena itu, dalam prakteknya seorang guru seyogyanya dapat
mengembangkan strategi pembelajaran secara variatif, menggunakan
berbagai strategi yang memungkinkan siswa untuk dapat melaksanakan
proses belajarnya secara aktif, kreatif dan menyenangkan, dengan
efektivitas yang tinggi.
Berkenaan
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih
cenderung menggunakan pengorganisasian yang bersifat eklektik, yang
terbagi ke dalam lima kelompok mata pelajaran, yaitu : (1) kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia; (2) kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian; (3) kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi; (4) kelompok mata pelajaran estetika; dan
(5) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
Materi
pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih
memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik.
Oleh karena itu, materi pembelajaran harus diambil dari dunia peserta
didik dan oleh peserta didik itu sendiri. Materi pembelajaran yang
didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi pembelajaran dikemas
sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang diangkat
dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi,
sosial bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang berlandaskan
pada teknologi pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi
telah diramu sedemikian rupa dan diambil hal-hal yang esensialnya
saja untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi. Materi pembelajaran
atau kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian atau
sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.
Dengan
melihat pemaparan di atas, tampak bahwa dilihat dari filsafat yang
melandasi pengembangam kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan
materi pembelajaran,. Namun dalam implementasinya sangat sulit untuk
menentukan materi pembelajaran yang beranjak hanya dari satu filsafat
tertentu., maka dalam prakteknya cenderung digunakan secara eklektik
dan fleksibel..
Terlepas
dari filsafat yang mendasari pengembangan materi, Nana Syaodih
Sukamadinata (1997) mengetengahkan tentang sekuens susunan materi
pembelajaran, yaitu :
Sekuens
kronologis;
susunan materi pembelajaran yang mengandung urutan waktu.
Sekuens
kausal;
susunan materi pembelajaran yang mengandung hubungan sebab-akibat.
Sekuens
struktural;
susunan materi pembelajaran yang mengandung struktur materi.
Sekuens
logis dan psikologis;
sekuensi logis merupakan susunan materi pembelajaran dimulai dari
bagian menuju pada keseluruhan, dari yang sederhana menuju kepada
yang kompleks. Sedangkan sekuens psikologis sebaliknya dari
keseluruhan menuju bagian-bagian, dan dari yang kompleks menuju yang
sederhana. Menurut sekuens logis materi pembelajaran disusun dari
nyata ke abstrak, dari benda ke teori, dari fungsi ke struktur, dari
masalah bagaimana ke masalah mengapa.
Sekuens
spiral
; susunan materi pembelajaran yang dipusatkan pada topik atau bahan
tertentu yang populer dan sederhana, kemudian dikembangkan,
diperdalam dan diperluas dengan bahan yang lebih kompleks.
Sekuens
rangkaian ke belakang;
dalam sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah akhir dan mundur
kebelakang. Contoh pemecahan masalah yang bersifat ilmiah, meliputi
5 langkah sebagai berikut : (a) pembatasan masalah; (b) penyusunan
hipotesis; (c) pengumpulan data; (d) pengujian hipotesis; dan (e)
interpretasi hasil tes.
Dalam
mengajarnya, guru memulai dengan langkah (a) sampai (d), dan peserta
didik diminta untuk membuat interprestasi hasilnya (e). Pada
kasempatan lain guru menyajikan data tentang masalah lain dari
langkah (a) sampai (c) dan peserta didik diminta untuk mengadakan
pengetesan hipotesis (d) dan seterusnya.
Sekuens
berdasarkan hierarki belajar;
prosedur pembelajaran dimulai menganalisis tujuan-tujuan yang ingin
dicapai, kemudian dicari suatu hierarki urutan materi pembelajaran
untuk mencapai tujuan atau kompetensi tersebut. Hierarki tersebut
menggambarkan urutan perilaku apa yang mula-mula harus dikuasai
peserta didik, berturut-berturut sampai dengan perilaku terakhir.
3.
Strategi pembelajaran
Telah
disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat dan teori pendidikan
yang melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam
menentukan tujuan dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki
konsekuensi pula terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak
dikembangkan. Apabila yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah
penguasaan informasi-intelektual,–sebagaimana yang banyak
dikembangkan oleh kalangan pendukung filsafat klasik dalam rangka
pewarisan
budaya
ataupun keabadian,
maka strategi pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat
kepada guru. Guru merupakan tokoh sentral di dalam proses
pembelajaran dan dipandang sebagai pusat informasi dan pengetahuan.
Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai obyek yang secara
pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan teknik
pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian
(ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau seminar. Selain
itu, pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.
Pembelajaran
cenderung bersifat kontekstual,
metode dan teknik pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk
penyajian dari guru tetapi lebih bersifat individual, langsung, dan
memanfaatkan proses dinamika kelompok (kooperatif), seperti :
pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role playing,
diskusi, dan sejenisnya.
Dalam
hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya
sebagai fasilitator,
motivator
dan guider.
Sebagai fasilitator, guru berusaha menciptakan dan menyediakan
lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Sebagai
motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi peserta
didiknya agar dapat melakukan perbuatan belajar. Sedangkan sebagai
guider, guru melakukan pembimbingan dengan berusaha mengenal para
peserta didiknya secara personal.
Selanjutnya,
dengan munculnya pembelajaran berbasis teknologi yang menekankan
pentingnya penguasaan kompetensi membawa implikasi tersendiri dalam
penentuan strategi pembelajaran. Meski masih bersifat penguasaan
materi atau kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi dalam
pembelajaran teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik untuk
belajar secara individual. Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan
peserta didik untuk belajar tanpa tatap muka langsung dengan guru,
seperti melalui internet atau media elektronik lainnya. Peran guru
dalam pembelajaran teknologis lebih cenderung sebagai director
of learning,
yang berupaya mengarahkan dan mengatur peserta didik untuk melakukan
perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa yang telah didesain
sebelumnya.
4.
Organisasi
Kurikulum
Beragamnya
pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum memunculkan
terjadinya keragaman dalam mengorgansiasikan kurikulum. Setidaknya
terdapat enam ragam pengorganisasian kurikulum, yaitu:
Mata
pelajaran terpisah (isolated subject);
Mata
pelajaran berkorelasi
Bidang
studi (broad field)
Program
yang berpusat pada anak (child centered).
Inti
Masalah (core program)
Ecletic
Program
Kelompok-kelompok
mata pelajaran tersebut selanjutnya dijabarkan lagi ke dalam sejumlah
mata pelajaran tertentu, yang disesuaikan dengan jenjang dan jenis
sekolah. Di samping itu, untuk memenuhi kebutuhan lokal disediakan
mata pelajaran muatan lokal serta untuk kepentingan penyaluran bakat
dan minat peserta didik disediakan kegiatan pengembangan diri.
5.
Evaluasi Kurikulum
Evaluasi
merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas,
evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian
tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang
bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan oleh Wright bahwa : “curriculum
evaluation may be defined as the estimation of growth and progress of
students toward objectives or values of the curriculum”
Sedangkan
dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan
untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari
berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya
terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi,
kelaikan (feasibility)
program. Sementara itu, Hilda Taba menjelaskan hal-hal yang
dievaluasi dalam kurikulum, yaitu meliputi ; “ objective,
it’s scope, the quality of personnel in charger of it, the capacity
of students, the relative importance of various subject, the degree
to which objectives are implemented, the equipment and materials and
so on.”
Pada
bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program
evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya
evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk
mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-komponen
tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu komponen
kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan dengan
proses dan hasil belajar siswa.
Agar
hasil evaluasi kurikulum tetap bermakna diperlukan
persyaratan-persyaratan tertentu. Dengan mengutip pemikian Doll,
dikemukakan syarat-syarat evaluasi kurikulum yaitu “acknowledge
presence of value and valuing, orientation to goals,
comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and validity and
integration.”
Evaluasi
kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang
menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat
sorotan adalah dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang
digunakan untuk mengevaluasi diemensi kuantitaif berbeda dengan
dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi
dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes
diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi
dimensi kualitatif dapat digunakan, questionnare, inventori,
interview, catatan anekdot dan sebagainya
Evaluasi
kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan
pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam
kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan
oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum
dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan
dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Hasil
– hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru,
kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami
dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran,
memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta
fasilitas pendidikan lainnya. (disarikan dari Nana Syaodih
Sukmadinata, 1997)
Selanjutnya,
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan tiga pendekatan dalam
evaluasi kurikulum, yaitu : (1) pendekatan penelitian (analisis
komparatif); (2) pendekatan obyektif; dan (3) pendekatan campuran
multivariasi.
Di
samping itu, terdapat beberapa model evaluasi kurikulum, diantaranya
adalah Model CIPP (Context, Input, Process dan Product) yang bertitik
tolak pada pandangan bahwa keberhasilan progran pendidikan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti : karakteristik peserta
didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan,
prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri. Evaluasi
model ini bermaksud membandingkan kinerja (performance) dari berbagai
dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya
sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan
program yang dievaluasi. Model ini kembangkan oleh Stufflebeam (1972)
menggolongkan program pendidikan atas empat dimensi, yaitu : Context,
Input, Process dan Product. Menurut model ini keempat dimensi program
tersebut perlu dievaluasi sebelum, selama dan sesudah program
pendidikan dikembangkan. Penjelasan singkat dari keempat dimensi
tersebut adalah, sebagai berikut :
Context;
yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis
tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam program
yang bersangkutan.
Input;
bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan untuk keperluan
pendidikan.
Process;
pelaksanaan nyata dari program pendidikan .
Product;
keseluruhan hasil yang dicapai oleh program pendidikan.
Komponen
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Secara teori,
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah penyempurnaan dari
kurikulum yang sebelumnya, yakni Kurikulum 1994. KBK ini adalah
inovasi yang kemudian berkembang dikarenakan pertimbangan
perkembangan dinamika Masyarakat, serta didasarkan kepada kebijakan
peningkatan mutu pendidikan dalam era otonomi daerah.
Namun,
menurut ahli dalam bidang Dr. Dadang salah satu dosen mata kuliah
kurikulum dan Pembelajaran mengatakan kurikulum yang namanya komponen
kurikulum baik KBK atau KTSP itu memiliki komponen-komponen yang
sama, hanya saja yang membedakannya adalah isi dari masing-masing
komponen-komponen tersebut.
Secara
garis besar, komponen KBK dibagi atas:
Kerangka
kurikulum dan hasil belajar
Komponen ini berisi
kompetensi lintas kurikulum, kompetensi rumpun mata pelajaran dan
hasil pembelajaran yang menggambarkan secara utuh dari jenjang SD
sampai jenjang SMA.
Kerangka
penilaian berbasis Kompetensi
Dalam kerangka
penilaian berbasis kompetensi memuat prinsip, sasaran, dan
pelaksanaan penilaian berkelanjutan akurat dan konsisten sebagai
bentuk akuntabilitas kepada publik. Penilaian dilakukan antara lain
melalui : kumpulan hasil kerja siswa (portofolio); hasil karya,
penguasaan, Unjuk rasa, dan tes tertulis.
Kerangka
Pengelolaan KBK
Pengelolaan
kurikulum berbasis sekolah pada dasarnya untuk memberdayakan daerah
dan sekolah dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengelola serta
menilai pembelajaran sesuai dengan kondisi dan aspirasi mereka
sejalan dengan upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Kerangka
Pembelajaran
Pelaksanaan KBK
berpusat pada siswa, berlangsung pada suasana yang mendidik,
menyenangkan dan menantang dengan berpegang pada pendekatan pedagogis
dan andragogis.
Untuk
mengembangkan dan mengimplementasikan KBK ini dengan baik`sejumlah
komponen perlu terlibat secara inten dan memberikan perannya
masingmasing sesuai dengan kapasitasnya, antara lain:
Visi
dan Misi kelembagaan dan kepemimpinan yang berorientasi kualitas dan
akuntabilitas serta peka terhadap dinamika pasar.
Partisipasi
seluruh sivitas akademika (dosen, naahasiswa) dalam bentuk "shared
vision" dan "mutual commitment" untuk optimasi
kegiatan pembelajaran.
Iklim
dan kultur akademik yang kondusif untuk proses pengembangan yang
berkesinambungan.
Keterlibatan
kelompok masyarakat pemrakarsa (stakeholders) serta. Masyarakat
pengguna lulusan itu sendiri.
Komponen
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Komponen-komponen
KTSP adalah: Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan Struktur dan
muatan kurikulum (berisi mata pelajaran, muatan lokal, pengembangan
diri, pengaturan beban pelajaran, kriteria ketuntasan belajar,
ketentuan mengenai kenaikan kelas dan kelulusan, pendidikan kecakapan
hidup, pendidikan berbasis lokal dan global).
Berkenaan
dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, pendidik memiliki wewenang penuh untuk menentukan materi
pembelajaran, sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar
yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan
hasil kajian Pustaka, yang termasuk ke dalam Komponen Kurikulm
Tingkat Satuan Pendidikan adalah sebagai berikut:
Acuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan
Tujuan
pendidikan Dasar
Tujuan
Pendidikan Pertama
Tujuan
Pendidikan Menengah
Tujuan
Pendidikan Menengah Kejuruan
Acuan
operasional penyusunan KTSP
Peningkatan
iman dan takwa serta akhlaq mulia
Peningkatan
potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan
dan kemampuan peserta didik.
Keragaman
potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan.
Tuntutan
pembangunan daerah dan nasional.
Tuntutan
dunia kerja
Perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Agama
Dinamika
perkembangan social
Persatuan
nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Kondisi
social budaya masyarakat setempat
Kesetaraan
jender
Karakteristik
Satuan Pendidikan
Struktur
dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Mata
pelajaran
Muatan
local
Kegiatan
pengembangan diri
Pengaturan
beban Belajar
Kenaikan
kelas, penjurusan dan kelulusan
Pendidikan
kecakapan hidup
Pendidikan
berbasis keunggulan local dan global
Kalender
pendidikan
Struktur
Program dan Muatan Kurikulum
Silabus
dan rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Silabus
merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar kedalam
materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi untuk penilaian. Berdaasarkan silabus yang telah disusun
guru bias mengembangkan menjadi Rancangan Pelaksanaan Pembelajaaran
(RPP) yang akan diterapkan dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) bagi
siswanya. Sanjaya (2008:148)
Persamaan
dan Perbedaan anatara Komponen-komponen Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Penerapan
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) terhadap Kurikulum Pendidikan Mata Pelajaran
Bahasa Arab
BAB
IV
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan
pemaparan di atas, penulis menyimpulkan kesimpulan sebgai berikut;
Komponen-komponen
Kurikulum adalah suatu bagian atau unsur yang tidak dapat
dipisahkan dari Kurikulum itu sendiri. Karena komponen-komponen
kurikulum adalah bagian yang membangung kurikulul secra utuh dan
memiliki pengaruh dalam keterlangsungan kurikulum.
Secara
umum Komponen-komponen Kurikulum baik Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
sama, hanya saja yang membedakannya adalah isi dari masing-masing
komponen-komponennya, tergantung pada muatan dan tujuan yang ingin
dicapai.
Saran
Adapun
Saran dari pemaparan Makalah ini adalah sebagai berikut;
Terkait
dengan pembahasan mengenai Komponen-Komponen Kurikulum
Berbasis
Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP),
diharpakan para pembaca dapat memahami materi dalam
makalah
ini, sehingga dapat memahami substansi dari masing-masing
Komponen-komponen
kurikulum tersebut dan menempatkannya secara
adil.
Demi
perbaikan kami pada kesempatan yang akan datang, diharapkan bagi
para
pembaca selain menggunakan makalah ini sebagai referensi, juga
outcome
dalam bentuk masukan sebagai bahan verifikasi kami.